TRANSFORMASINEWS.COM, PALEMBANG. Mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Sumsel, Eppy Mirza, Senin (8/5) dicecar Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Klas I A Palembang saat dihadirkan dalam persidangan menjadi saksi terdakwa dugaan korupsi dana hibah Sumsel tahun 2013, Laonma PL Tobing (Kepala Badan Pengelolah Keuangan dan Aset Daerah Sumsel) dan Ikhwanudin (mantan Kepala Badan Kesbangpol Sumsel).
Hal tersebut terungkap saat hakim anggota Abu Hanifiah SH MH mengajukan pertanyaan kepada Eppy Mirza terkait proses penganggaran dana hibah Sumsel, yang kemudian dijawab Eppy Mirza dengan kata tidak tahu.
“Jadi, saksi datang ke sini (Pengadilan) untuk apa kalau jawabannya tidak tahu. Kami ini membutuhkan keterangan saudara untuk mengungkap perkara ini,” tegas hakim dalam persidangan.
Dijawab Eppy Mirza, jika saat dugaan kasus tersebut terjadi dirinya hanya menjabat sebagai koordinator pendapatan di Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Sumsel.
“Karena dana hibah masuk dalam belanja tidak langsung yang dikelolah oleh BPKAD Sumsel, dari itulah saya tidak tahu soal dana hibah. Sebab dalam TAPD, kami sebagai koordinator hanya bertugas menyusun simulasi pendapatan kemudian disampaikan ke Bappeda dan TAPD,” ujarnya.
Bukan hanya itu dalam persidangan tersebut saksi Eppy Mirza juga dicecar oleh hakim anggota lainnya yakni, Arizona SH MH. Hal tersebut terjadi saat hakim menanyakan jumlah anggaran rencana pendapatan Pemprov Sumsel tahun 2013. Namun dalam persidangan Eppy Mirza mengaku lupa.
“Kalau rencana pendapatan daerah tahun 2013 saya lupa,” ujar Eppy Mirza. Mendengar jawaban tersebut hakim terus mencecar pertanyaan hingga akhirnya Eppy Mirza mengutarakan jika rencana anggaran pendapatan daerah tahun 2013 ada sekitar Rp.6 triliun. “Tugas kami saat itu hanya sebatas pendapatan daerah saja, selain itu saya tidak tahu,” tutupnya.
Sementara anggota verifikasi proposal Kesbangpol Sumsel yang juga PNS di Kesbangpol Sumsel, Iwan Kurniawan yang juga dihadirkan menjadi saksi mengungkapkan, saat itu ada sekitar 500 LSM dan Ormas yang terdaftar di Kesbangpol Sumsel.
Dari jumlah tersebut hanya sekitar 200 LSM dan Ormas yang mengajukan bantuan dana hibah.
“Dalam melakukan verifikasi proposal, kami hanya melakukan pemeriksaan kelengkapan administrasi proposal saja. Setelah proposal kami periksa, selanjutnya berkas naik ke atasan jadi proses selanjutnya bukan kapasitas kami lagi,” ungkapnya.
Lanjutnya, dalam verifikasi proposal dirinya memang tidak melakukan pengecakan ke lapangan terhadap sekretariat pengaju dana hibah yang masuk ke Kesbangpol.
“Acuan kami yakni, pemeriksaan administrasi proposal yang diajukan, syaratnya harus lengkap. Tapi dalam verifikasi itu, saya tidak ikut hingga tuntas sebab ketika itu saya dipindahkan ke bagian lainnya di Kesbangpol Sumsel yang tidak melakukan verifikasi proposal,” tandasnya.
Selain dua saksi tersebut, dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung RI dan Kejati Sumsel juga menghadirkan sembilan anggota DPRD Sumsel periode 2009-2014, bahkan diantaranya kini menjabat sebagai Ketua DPRD Sumsel periode 2014-2019 dan anggota DPR RI.
Adapun para saksi tersebut yakni; Wasista Bambang Utoyo (mantan Ketua DPRD Sumsel), MA Gantada (mantan Wakil Ketua DPRD Sumsel), M Iqbal Romzi (mantan Wakil Ketua DPRD Sumsel yang kini menjabat anggota DPR RI), Giri Ramanda Kiemas (Ketua DPRD Sumsel saat ini).
Kemudian lima saksi lainnya yakni, Edwar Jaya, Yuswar Hidayatullah, Budianto, Ervan Erfendi dan Erza Saladin (Kelimanya anggota DPRD Sumsel periode 2009-2014)
Wasista Bambang Utoyo dalam kesaksinya mengungkapkan, jika saat itu dirinya menjabat sebagai Ketua DPRD Sumsel. Sedangkan terkait perkara ini dirinya mengetahui adanya permintaan kenaikan dana rerses yang dibahas dalam rapat Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT), kemudian hasilnya disampaikan kepada TAPD Sumsel.
“Kenaikan dana reses yang awalnya Rp.2,5 miliar naik menjadi Rp.5 miliar untuk setiap anggota DPRD danRp.6 miliar untuk setiap unsur pimpinan DPRD terjadi karena banyaknya kebutuhan dana aspirasi masyarakat, yang disampaikan saat anggota DPRD melakukan reses. Dari itu, kami melalui PURT melakukan rapat dan mengusulkan permintaan kenaikan dana reses tersebut. Bahkan, kami juga menggelar pertemuan untuk melakukan konsultasi pengajuan kenaikan dana reses hingga akhirnya kenaikan dana reses disetujui,” paparnya.
Masih dikatakan Wasista, sesuai dengan jabatannya sebagai pimpinan DPRD Sumsel saat itu maka dalam dana reses tersebut dirinya mendapatkan uang Rp. 6 miliar yang diperuntukan pembangunan
jalan, bantuan alat pertanian serta bantuan PAUD di daerah pemilihannya (Dapil).
“Tapi, uang itu bukan saya yang menerima melainkan masyarakat yang mengajukan bantuan kepada saya dari hasil reses.
Kemudian masyarakat mengajukan propsoal untuk mendapatkan bantuan dari uang Rp.6 miliar tersebut. Lalu untuk proses pencairannya semuanya dilakukan BPKAD. Sebab, kami hanya bersifat menyampaikan usulan masyarakat dari hasil reses kami,” terangnya.
Lebih jauh dikatakannya, awalnya dirinya tak mengetahui jika dana reses yang disalurkan ke masyarakat menggunakan dana hibah. Ia baru mengatetahui hal tersebut setelah proses pencairan diterima masyarakat di Dapilnya.
“Jadi saya baru tahu jika dana reses itu menggunakan dana hibah setelah bantuan yang diajukan masyarakat dikeluarkan oleh BPKAD,” tutupnya.
Kemudian saksi MA Gantada mengungkapkan, ditahun 2012-2013 dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Sumsel yang juga selaku koordinator Komisi II serta Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar).
“Dalam rapat Banggar, semuanya dibahas mulai dari dana hibah yang awalnya Rp.1,4 triliun naik menjadi Rp.2,1 triliun, selain itu juga dibahas kenaikan dana reses. Pembahasan anggaran tersebut karena semuanya kan akan masuk dalam APBD.
Sedangkan untuk kenaikan total dana hibah, itu terjadi karena adanya APBD perubahan. Penyebab perubahan APBD ini saya lupa tapi diantaranya; terkait biaya Pilkada saat itu.
Sedangkan untuk bagian dana reses dari aspirasi masyarakat di Dapil saya yakni Rp.6 miliar, semuanya telah tersalurkan,” jelasnya.
Mantan Wakil Ketua DPRD Sumsel yang kini menjabat anggota DPR RI, M Iqbal Romzi saat memberikan kesaksian mengungkapkan hal yang sama. Dikatakannya, jika dana reses untuk aspirasi masyarakat di Dapilnya diterima dengan total anggaran Rp.6 miliar.
Semua uang tersebut telah disalurkan ke masyarakat dengan rincian; bantuan pembangunan jalan senilai Rp.4,6 miliar lebih. Kemudian Rp. 1,5 miliar lebih untuk bantuan ke bidang pendidikan, lalu sisanya sekitar Rp 275 juta lebih disalurkan untuk bantuan kesehatan.
“Dalam pencarian bantuan tersebut ada 45 proposal yang diajukan masyarakat di Dapil saya kepada BPKAD dan semua proposal tersebut disetujui dan dicairkan,” ungkapnya.
Sedangkan Giri Ramanda Kiemas yang kini menjabat sebagai Ketua DPRD Sumsel dalam kesaksiannya mengutarakan, ditahun 2012-2013 dirinya masih menjabat sebagai anggota DPRD Sumsel yang saat itu menempati jabatan Ketua Komisi III. Ketika itu, dirinya mendapatkan dana reses senilai Rp.5 miliar berupa program pembangunan jalan yang pengerjaannya dilakukan oleh Dinas PU Cipta Karya.
“Bantuan dana reses itu semuanya telah tersalurkan ke masyarakat. Sedangkan terkait pengajuan kenaikan dana reses hingga dilakukan pertemuan untuk konsultasi. Saya nilai itu hal yang diperbolehkan. Sebab, hanya berkonsultasi. Kalau untuk rapat pembahasan dan penetapan keputusannya dilakukan di DPRD Sumsel,” jelasnya.
Diungkapkan Giri, setelah ia menjabat sebagai Ketua DPRD Sumsel periode 2014-2019, sekitar awal tahun 2015 memang dia pernah menerima surat dari BPKAD Sumsel yang berisi jika masih ada anggota DPRD Sumsel yang belum menyerahkan pertangungjawaban terkait dana reses tahun 2013.
“Dalam surat dari BPKAD yang dibuat oleh Pak Laonma PL Tobing ini, saya diminta agar membantu menyampaikan kepada anggota DPRD yang belum menyerahkan pertangungjawaban tersebut. Tapi saya lupa jumlah anggota DPRD yang belum menyelesaikan pertangungjawaban dana hibah itu,” ungkap Giri.
Edwar Jaya mantan anggota DPRD Sumsel dalam kesaksianya mengutarakan, jika saat itu untuk bantuan dana reses dari Dapilnya diajukan senilai Rp.1,9 miliar. Namun yang hanya disetujui senilai Rp.350 juta yang digunakan untuk pembangunan desa.
“Dalam pengajuan dana reses tersebut, semua proposal saya serahkan kepada ketua fraksi saya, kemudian diserahkan ke BPKAD. Saya juga kaget jika dana reses dari Dapil saya hanya disetujui Rp.350 juta. Bahkan saat saya diperiksa penyidik Kejagung, saya melihat proposal yang diajukan oleh masyarakat di Dapil saya, banyak dicoret-coret,” katanya.
Sedangkan saksi Yuswar Hidayatullah mengatakan, jika saat itu dirinya menjabat sebagai Ketua Komisi I DPRD Sumsel. Terkait pengajuan dana reses memang dilakukan berdasarkan hasil rapat PURT di DPRD yang hasilnya meminta TAPD mengajukan kenaikan dana reses.
“Kalau saya Dapil Palembang, ketika itu dana reses untuk Dapil saya senilai Rp.4 miliar yang digunakan untuk perbaikan jalan. Semuanya telah disealurkan bahkan penerima dana reses telah menyerahkan pertangungjawaban ke BPKAD Sumsel,” ucapnya.
Hal yang sama dikatakan saksi Budianto yang saat itu menjabat sebagai Ketua Komisi II DPRD Sumsel. Jika dana reses yang diajukan masyarakat di Dapilnya juga telah disalurkan.
“Sedangkan untuk kenaikan dana reses, saat itu saya ikut rapat dan ikut menyetujui permintaan kenaikan dana reses. Permintaan kenaikan tersebut karena banyaknya masyarakat yang meminta bantuan dari hasil reses kami selaku anggota dewan,” jelasnya.
Sementara saksi Ervan Erfendi dan Erza Saladin juga mengungkapkan, jika dana reses untuk Dapil mereka senilai Rp 5 miliar semuanya juga telah disalurkan ke masyarakat, yang proses pencariannya dilakukan dengan pengajuan proposal. Sedangkan untuk pertangungjawabannya diserahkan para penerima dana reses kepada BPKAD Sumsel.
Selain para saksi tersebut, dalam persidangan JPU juga menghadirkan Sekretaris Dewan DPRD Sumsel, Ramadhan S Basyeban untuk menjadi saksi.
Di persidangan Ramadhan S Basyeban mengutarakan, dirinya pernah dihubungi pihak BPKAD Sumsel yang menyampaikan jika masih ada anggota DPRD yang belum menyerahkan pertangungjawaban.
“Jumlah pastinya saya lupa, tapi ada sekitar 40 pekerjaan dari dana reses yang belum ada pertangungjawbannya. Dari situlah, saya tahu jika dana reses ada permasalahan. Kemudian hal tersebut saya sampaikan kepada pimpinan DPRD,” jelasnya.
Lanjut Ramadhan S Basyeban, sedangkan untuk permintaan kenaikan dana reses tahun 2012-2013 dilakukan setelah digelarnya rapat PURT di DPRD Sumsel. Rapat ini dilakukan setelah Ketua PURT yang juga Wakil Ketua DPRD Sumsel saat itu Ahmad Djauhari meminta dirinya membuat surat keputusan digelarnya rapat PURT.
“Jadi, awalnya saya dipanggil Pak Djauhari yang menyampaikan kepada saya tentang permintaan kenaikan dana reses yang diminta oleh pimpinan fraksi hingga akhirnya, Pak Djauhari memita agar saya membuatkan surat untuk dilakukan rapat PURT.
Setelah rapat selesai, kemudian saya diminta membuat dua surat yang ditujukan kepada TAPD Sumsel. Dimana dalam surat tersebut menyebut permintaan kenaikan dana reses. Setelah surat dikirimkan, tidak ada lagi rapat-rapat permintaan kenaikan dana reses di DPRD Sumsel,” ujarnya.
Seusai mendengarkan keterangan dari para saksi, kemudian
Ketua Majelis Hakim, Saiman SH MH didampingi hakim anggota Abu Hanifiah SH MH dan Arizona SH MH meminta tanggapan kepada terdakwa Laonma PL Tobing.
Dalam persidangan Laonma PL Tobing mengungkapkan, jika dalam pertemuan yang digelar untuk menyampaikan permintaan kenaikan dana reses menghasilkan kesepakatan dinaikannya dana reses.
“Dalam pertemuan itu terjadi kesepakatan kenaiakan dana reses menjadi Rp.5 miliar. Tapi, saya tak memiliki kewenangan baik untuk hal tersebut, termasuk merubah proposal yang diajukan serta menentukan besaran anggaran,” ungkapnya.
Setelah mendengar tanggapan dari terdakwa selanjutanya Ketua Majelis Hakim, Saiman SH MH menutup persidangan dan kembali akan melanjutkan sidang hari ini, Selasa (8/5) dengan agenda mendengarkan keterangan dari saksi-saksi lainnya.
Sumber: KoranSn (ded)
Posted by: Admin Transformasinews.com