TRANSFORMASINEWS.COM, PALEMBANG. Menyimak lamban dan berlarut – larutnya penyidikan lanjutan perkara dugaan korupsi dana hibah Sumsel 2013 patut diduga ada fihak yang tidak menginginkan perkara ini di lanjutkan. Mungkin saja karena penetapan tersangka lainnya akan menyebabkan terseretnya Kepala Daerah menjadi tersangka utama.
Menyikapi pernyataan Dirdik Kejagung yang terkesan ragu –ragu dan klise melanjutkan proses penyidikan sehingga mungkin saja ada fihak yang mempunyai pengaruh besar menghambat penyidikan lanjutan perkara dugaan korupsi dana hibah yang berpotensi merugikan negara hampir mendekati Rp. 1 trilyun tersebut.
Disinyalir ada beberapa penerima hibah melibatkan anggota keluarga Kepala Daerah seperti Ormas Soksi, Lembaga keagamaan Lasqi dan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia cabang Sumsel yang patut diduga melibatkan keluarga Kepala Daerah di kepengurusan inti dan bahkan menjadi bendahara organisasi.
Bendahara Soksi Sumsel adalah “REAN” yang diduga merupakan putri penguasa Sumsel dan pengurus teras Lasqi disinyalir istri pengusa Sumsel “EAN” serta disinyalir penasehat dan pelindung Forum Persaudaraan Haji Indonesia cabang Sumsel adalah penguasa Sumsel itu sendiri.
Namun yang paling utama adalah alat bukti satu – satunya yang menetapkan kedua terdakwa dan terpidana dengan vonis yang di perberat (ultra petita) yaitu audit Perhitungan Kerugian Negara BPK RI No. 51 tahun 2016 tertanggal 30 Desember menyatakan siapa motivator dan yang menikmati keuntungan dari penyaluran dana hibah.
Patut diduga perubahan pasal pada amar putusan Majelis Hakim Tipikor Palembang dari pasal 3 ke pasal 2 undang –undang tipikor secara tersamar adalah diduga akibat tekanan fihak tertentu. Di dalilkan kedua terdakwa sebagai pelaku secara bersama atas keseluruhan penyaluran dana hibah dan penyebab kerugian negara.
Hal ini juga terlihat dari proses sidang yang terkesan diduga ada upaya melokalisir fakta persidangan agar tidak menyentuh Kepala Daerah. Hampir dapat di pastikan fakta persidangan berupa keterangan saksi tidak sedemikian menyudutkan Kepala Daerah.
Namun tidak dapat di pungkiri alat bukti surat berupa SK 96 tanggal 21 Januari 2013, SK 310 tanggal 20 Maret 2013, 7 SK Perubahan Penerima Hibah dan 6 Kali perubahan Pergub tentang penjabaran APBD serta Audit BPK RI No. 51 tahun 2016 menjelaskan peran sentral Kepala Daerah dalam penyaluran dana hibah tersebut.
Faktor kunci lainnya terletak salah seorang saksi yang patut di duga di lindungi dari jeratan hukum pidana korupsi yaitu mantan Sekda Prov Sumsel “YE”. Mantan Sekda ini di duga sangat di lindungi dan di beri kekebalan atau imunitas hukum karena diduga mengetahui persis peran Kepala Daerah dalam penyaluran dana hibah.
Keterangan “YE” nantinya bila di tetapkan tersangka di tambah keterangan dari kedua terdakwa yang telah di vonis “bersalah” akan memperkuat alat bukti surat yang menyatakan bahwa bergulirnya dana hibah karena untuk kepentingan suksesi kekuasaan sang Kepala daerah.
Inilah wajah penegakan hukum di Indonesia dari dahulu hingga sekarang patut diduga penuh intrik dan intervensi penguasa serta intervensi politis dengan deal – deal yang menguntungkasn kedua belah fihak sementara rakyat menjadi pesakitan dan tersangka abadi.
Laporan: Tim Redaksi
Editor: Nurmuhammad
Posted by: Transformasinews.com