MAKI GUGAT KEJAGUNG DAN KPK TETAPKAN GUBERNUR SUMSEL TERSANGKA KORUPSI HIBAH SUMSEL 2013

TRANSFORMASINEWS.COM, JAKARTA. Bahwa Anggaran Dasar MAKI Pasal 5 ayat (2 , 3), membela kepentingan masyarakat untuk menciptakan Pemerintah yang bersih bebas dari KKN dan memberdayakan masyarakat untuk membantu Pemerintah dalam Pencegahan Pemberantasan KKN di NKRI.

Bahwa Anggaran Dasar MAKI Pasal 6 menyatakan MAKI berkewajiban mengajukan Praperadilan kepada pihak-pihak terkait “seperti” Kepolisian, KPK dan Kejaksaan mencakup semua aparat penegak hukum Penyidik termasuk dalam perkara ini (korupsi dana hibah Sumsel 2013) yang diindikasikan penyidik tidak melakukan proses hukum dan/atau lamban melakukan tindakan terhadap tindak pidana KKN, sehingga sah dan berdasarkan hukum MAKI mengajukan Pra Peradilan.

Bahwa dalam perkara aquo (Korupsi Hibah Sumsel 2013) terdapat dugaan KKN terhadap peristiwanya dan juga terdapat dugaan KKN dalam perkara penghentian penyidikan yang tidak sah, KKN dimana diduga oleh oknum pejabat sehingga menjadikan Pemohon berkewajiban dan berwenang mengajukan Praperadilan.

Bahwa berdasar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP, Praperadilan terhadap tidak sahnya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan dapat diajukan oleh Penyidik/Penuntut dan Pihak Ketiga yang Berkepentingan.

Bahwa istilah pihak ketiga yang berkepentingan, Pemohon merujuk kepada Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung pada Putusan Peninjauan Kembali Nomor : 4 PK/Pid/2000, tertanggal 26 November 2001, yang menyatakan bahwa:


“… secara a contrario in terminis yakni istilah penyidik dan penuntut Umum ditempatkan pada posisi mendahului istilah pihak ketiga yang berkepentingan,seyogyanya berarti adalah setiap orang kecuali penyidikan dan Penuntut Umum dan atau orang yang memperoleh hak darinya/Rechtverkrijgende (bandingkan pasal 1917 KUHPerdata pasal 179 sub 2 RV), termasuk Pemohon Praperadilan selaku baik seorang warganegara maupun Ketua Lembaga Masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban untuk menegakkan Hukum, Keadilan dan kebenaran demi kepentingan masyarakat luas (Umum) yang menguntungkannya dari pada sekedar kepentingan perorangan atau sekelompok orang yang bersifat lokal dan partikularistik (yang sempit) “.

Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-X/2012 yang diucapkan tanggal 21 Mei 2013 dengan Pemohon yaitu Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), amar putusan pada halaman 36 yaitu:

Mengabulkan permohonan Pemohon:
1.1. Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) adalah bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”.

1.2. Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”.

Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut, Pemohon telah memiliki kualifikasi secara hukum untuk bertindak sebagai pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan Permohonan Praperadilan a quo.

KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN

1. Bahwa Pasal 1 butir 10 point b, UU NO. 8 Tahun 1981 Kitab undang Undang Hukum Acara Pidana menjelaskan “Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan”;

2. Bahwa Pasal 77 huruf a UU NO. 8 Tahun 1981 Kitab undang-Undang Hukum Acara Pidana menyatakan “pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini, tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan”;

PENGHENTIAN PENYIDIKAN TIDAK SAH SECARA MATERIEL
Menimbang, bahwa oleh karena Praperadilan merupakan fungsi control tehadap jalannya penyidikan dan untuk adanya kepastian hukum terhadap perkara a quo maka terhadap perkara a quo Hakim berpendapat walaupun secara formil Termohon I tidak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan terhadap perkara a quo namun secara materiil tindakan Termohon I yang tidak menindaklanjuti proses penyidikan selama bertahun-tahun dapat dikatakan tindakan Termohon I tersebut dipersamakan dengan Termohon I telah melakukan Penghentian Penyidikan Terhadap Perkara a quo.

Menimbang, bahwa oleh karena hakim berpendapat tindakan Termohon I yang telah lama tidak menindaklanjuti proses penyidikan terhadap perkara a quo merupakan tindakan yang dapat dikualifikasikan sebagai tindakan penghentian penyidikan yang tidak sah maka pengadilan memerintahkan………”

Bahwa berdasar Pasal 25 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, penanganan perkara korupsi harus didahulukan dan diutamakan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya.

Termohon I (Kejaksaan Agung) telah melakukan Penyidikan dan Penututan Perkara Korupsi Dana Hibah Propinsi Sumatera Selatan tahun anggaran 2013 dengan progress telah disidangkannya 2 Terdakwa di Pengadilan Tipikor Palembang yang mana 2 Terdakwa ini level pejabat bawah dan belum menyentuh pejabat yang lebih tinggi dan lebih bertanggungjwab secara hukum karena kewenangannya yaitu Gubernur Sumatera Selatan Alex Nurdin.

Bahwa Termohon I dengan belum/tidak ditetapkan Tersangka Pejabat Lebih Tinggi Gubernur Sumatera Selatan Alex Nurdin dalam perkara aquo adalah sebagai bentuk penghentian penyidikan perkara korupsi dana hibah Sumatera Selatan tahun 2103 secara materiel, diduga secara diam-diam, menggantung dan menimbulkan ketidak pastian hukum terhadap calon Tersangka Pejabat Lebih Tinggi yaitu Gubernur Sumatera Selatan Alex Nurdin.

Bahwa Termohon I juga tidak menetapkan Tersangka atas Sekretaris Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan selaku Ketua TPAD Pemprop Sumsel dan Pimpinan DPRD Sumatera Selatan serta Anggota DPRD Sumatera Selatan yang telah menyetujui dan meggunakan dana hibah kepada kelompok masyarakat (dana Reses Dapil anggota DPRD).

Bahwa Termohon II (Komisi Pemberantasan Korupsi) membiarkan Termohon I melakukan Penghentian Penyidikan Materiel terhadap perkara korupsi aquo dan Termohon II (KPK) tidak melakukan supervisi kepada Termohon I sebagaimana tugas dan wewenang Termohon II.

Bahwa Para TERMOHON patut diduga secara materiel dan diam-diam telah menghentikan penyidikan dengan tidak menetapkan Tersangka Pejabat Lebih Tinggi yaitu Gubernur Sumatera Selatan Alex Nurdin dan tindakan yang mana merupakan tindakan yang tidak sah dan melawan hukum, serta telah merugikan kepentingan PEMOHON baik secara materiil dan atau non-materiil maka sudah sewajarnya dan seharusnya diajukan Praperadilan untuk menguji sah tidaknya Penghentian Penyidikan secara materiel dalam perkara aquo.

Bahwa oleh karenanya atas tindakan Para TERMOHON(Kejagung dan KPK) tersebut, jelas dan nyata merugikan kepentingan PEMOHON baik secara materiil dan non materiil, untuk itu sah dan berdasar hukum jika PEMOHON mengajukan Praperadilan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menyatakan dan memerintahkan kepada Para TERMOHON melakukan proses hukum selanjutnya sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Bahwa perkara aquo sudah semestinya menetapkan Tersangka Pejabat Lebih Tinggi yaitu Gubernur Sumatera Selatan Alex Nurdin dan harus dilanjutkan tahap berikutnya kepada Jaksa Penuntut Umum karena telah memenuhi unsur terpenuhinya bukti permulaan yang cukup bahkan telah terpenuhi minimal dua alat bukti berupa barang bukti , keterangan saksi-saksi dan dokumen-dokumen.


Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP.

Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”.

Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti.

“Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),”.

Adapun yang menjadi dasar diajukannya Permohonan Pemeriksaan Pra Peradilan a quo adalah sebagai berikut :
1. Bahwa Termohon I telah menyidik dan menuntut atas nama IKHWANUDDIN dan LAONMA PASINDAK LUBAN TOBING dalam perkara korupsi dana Hibah Sumatera Selatan tahun anggaran 2013 (surat Dakwaan akan menjadi bukti).

2. Bahwa namun sampai saat ini Termohon I belum mengajukan/menetapkan Tersangka lain yang disebut perannya dalam Dakwaan dan atau audit BPK yaitu Pejabat Lebih Tinggi dan lebih bertanggungjawab Gubernur Sumatera Selatan Alex Nurdin sehingga haruslah dinyatakan sebagai bentuk Penghentian Penyidikan Perkara Korupsi Dana Hibah Sumatera Selatan tahun anggaran 2013 ( Hasil Perhitungan Kerugain Negara oleh BPK akan menjadi bukti disertai Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Sosial dan Hibah TA 2011-2013 oleh BPK) .

3. Bahwa berdasarkan informasi dari publik, TERMOHON I telah melakukan serangkaian Penyelidikan dan penyidikan berupa pengumpulan bukti-bukti secara tertutup terhadap kasus Hibah Sumatera Selatan 2013 dan berdasar audit BPK telah menetapkan 2 Tersangka dimana semestinya Termohon I mengetahui peran Pejabat Lebih Tinggi yaitu Gubernur Sumatera Selatan Alex Nurdin dalam perkara aquo namun sampai saat ini Termohon I belum menyentuh dan menetapkan Alex Nurdin sebagai Tersangka dimana lebih parahnya Alex Nurdin telah mengakui mengembalikan kerugian Negara sebesar Rp. 15 milyar. Termohon I pura-pura tidak mengetahui azas PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA TIDAK MENGHAPUSKAN PIDANANYA ;
(http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160429192953-12-127638/diperiksa-alex-noerdin-klaim-telah-kembalikan-dana-bansos/ ) .

4. Bahwa Termohon I telah memberikan pernyataan akan adanya tersangka baru yang mengarah kepada Alex Nurdin namun sampai dengan diajukannya Praperadilan ini belum ada realisasinya dan menghilang tanpa bekas terbawa angin menuju laut Malaka.

http://nasional.harianterbit.com/nasional/2016/06/24/64619/0/25/-Korupsi-Dana-Bansos-Sumsel-Alex-Noerdin-Diujung-Tanduk
http://nasional.kompas.com/read/2016/06/25/07430291/kejagung.incar.tersangka.baru.kasus.dana.hibah.sumsel
http://www.logisnews.co/id-2894-read-kejagung-isyaratkan-alex-noerdin-tersangka-korupsi-dana-bansos-sumsel
https://news.detik.com/berita/3200286/usut-dana-hibah-sumsel-2013-kejagung-ada-dugaan-perbuatan-melawan-hukum

5. Bahwa Termohon I berusaha menutup mata terhadap peran Gubernur Alex Nurdin yang secara jelas dan kasat mata berperan sangat besar dalam dugaan Korupsi Pencairan dana Hibah Sumatera Selatan tahun 2013 sebagaimana uraian berikut ini:
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, PEMOHON mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, untuk berkenan memeriksa selanjutnya memutus sebagai berikut :

PRIMAIR :
Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;
Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang memeriksa dan memutus permohonan Pemeriksaan Pra Peradilan atas perkara a quo:

Menyatakan Pemohon sah dan berdasar hukum sebagai pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan permohonan praperadilan atas perkara a quo.

Menyatakan secara hukum TERMOHON I patut diduga telah melakukan tindakan PENGHENTIAN PENYIDIKAN secara materiel dan diam – diam yang tidak sah menurut hukum terhadap perkara korupsi dana Hibah Sumatera Selatan tahun anggaran 2013 dengan cara tidak menetapkan tersangka pejabat yang lebih tinggi dan lebih bertanggungjawab yaitu Gubernur Sumatera Selatan Alex Nurdin;

Menyatakan secara hukum TERMOHON I patut diduga telah melakukan tindakan PENGHENTIAN PENYIDIKAN secara materiel dan diam – diam yang tidak sah menurut hukum terhadap perkara korupsi dana Hibah Sumatera Selatan tahun anggaran 2013 dengan cara tidak menetapkan tersangka pejabat yang lebih tinggi dan lebih bertanggungjawab yaitu Sekretaris Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan dan Pimpinan serta anggota DPRD Sumatera Selatan;

Memerintahkan secara hukum TERMOHON I melakukan proses hukum selanjutnya sebagaimana diatur dalam KUHAP terhadap perkara aquo berupa menetapkan tersangka pejabat yang lebih tinggi dan lebih bertanggungjawab yaitu Gubernur Sumatera Selatan Alex Nurdin.

Memerintahkan secara hukum TERMOHON I melakukan proses hukum selanjutnya sebagaimana diatur dalam KUHAP terhadap perkara aquo berupa menetapkan tersangka pejabat yang lebih tinggi dan lebih bertanggungjawab yaitu Sekretaris Daerah Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan dan Pimpinan serta anggota DPRD Sumatera Selatan;

Menyatakan secara hukum TERMOHON II patut diguga melanggar ketentuan dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan KUHAP, sehingga merupakan bentuk turut serta melakukan penghentian penyidikan yang tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya;

Memerintahkan Termohon II mengambil alih berkas perkara korupsi aquo dari Termohon I untuk selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Laporan: Tim Redaksi

Sumber:BPK-RI Prwakilan Sumsel

Editor: Amrizal Aroni

Posted by: Admin Transformasinews.com

Leave a Reply

Your email address will not be published.