PEMBANGUNAN PLTS JAKA BARING, DISINYALIR PEMBOROSAN ANGGARAN NEGARA

TRANSFORMASINEWS.COM, PALEMBANG. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Jaka Baring Sprot Centre sudah dalam tahap pematangan lahan dan pembelian material Pembangkitan. Dimana seluruh proses pengadaan barang dan jasa di lakukan dengan sistem swakelola atau pembelian langsung.

Namun apakah Perusahaan Daerah Pertambangan Dan Energi (PDPDE) Sumsel mampu menyelesaikan di bawah limit waktu yang di tetapkan Pemerintah Jepang dan Investor yaitu Desember 2017 agar kridit investasi dapat di cairkan, tentunya tergantung dengan kemampuan skill dan manajerial PDPDE. PT PLN Persero menetapkan Biaya Pokok Pembangkitan (BPP) sebesar Rp. 1050 dan untuk energi terbarukan sebesar 85% X BPP atau kisaran Rp. 892,5 Kwh.

Hal ini di artikan PLN akan membeli produksi listrik PLTS Jaka Baring sebesar nominal Rp. 892,5 Kwh., Dirut PDPDE menyatakan di dalam surat No. 593/PDPDE/SS/XII/2016 tanggal 29 Desember 2016 bahwa biaya yang di perlukan untuk pembangunan pembangkit sebesar US$ 2.400.000,-

Dengan rincian US$ 1.000.000,- pinjaman Pemerintah Jepang dan Rp. 1.400.000,- dari modal sendiri PDPDE.

Pemerintah Jepang melalui Badan Lingkungan Hidup hanya mencairkan US$. 650.000 dari pinjaman senilai US$. 1.000.000,- atau comitment fee sebesar US$. 350.000.

Menjadi permasalahan adalah sanggupkah PDPDE mengembalikan pinjaman di bawah 20 tahun sesuai garansi PT Sharp selaku pemegang lisensi untuk Pembangkitan.

Hitung -hitungan kasar dengan operasional rate 3,6 jam hari dan biaya operasional sebesar Rp. 200 Kwh maka investasi sebesar US$ 2.400.000,- atau IDR. 32.000.000.000 di tambah infrastruktur kurang lebih penunjang IDR. 7.000.000.000,-.

Maka waktu pengembalian investasi teoritis adalah ; (39.000.000.000)/(3,6 X 1635 X (892,5 – 200) X 30 X 12) = 26.5 tahun atau setara 27 tahun.

Menjadi kendala adalah faktor cuaca dan maintenance serta produksi bukan pada beban puncak dan tidak adanya batery penyimpanan sehingga perhitungan real waktu pengembalian investasi di atas 30 tahun sementara garansi pabrikan hanya 20 tahun.

Dari tahapan perhitungan analisis ekonomis sampai dengan perencanaan teknis patut di duga pembangunan PLTS Jaka Baring tidak layak secara ekonomis dan teknis.

Namun niatan Pemprov Sumsel ingin menjadi yang pertama dan dengan alasan Asian Games maka proyek prestisius dengan anggaran APBN bersumber dari pinjaman asing harus terlaksana.

Kapasitas listrik Pembangkitan Sumatera Selatan Over load hingga untuk perlehatan Asian Games tidak di butuhkan pembangunan Pembangkit Listrik baru.

Proses pengadaan barang dan jasa sesuai dengan arahan dari Sekertaris Daerah Provinsi Sumatera Selatan “Joko Imam” dengan surat No. 027/0070/II/2017 sangat jelas menyatakan “Sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010.

“ketentuan pengadaan barang dan jasa baik sebagian atau seluruhnya berasal dari pinjaman luar negeri harus mengacu ke Perpres ini”.

Namun patut di duga Direktur Utama PDPDE “Yani” mengirim surat ke Gubernur Sumatera Selatan untuk meminta persetujuan tidak mengacu ke Perpres No. 54 tahun 2010.

Sehingga patut diduga semua proses pengadaan material pembangkitan dan pembangunan infrastruktur di laksanakan swakelola yang rawan manipulatif harga, speks material dan volume pelaksanaan.

“Kami akan melaporkan hal ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi tentang pelaksanaan pembangunan PLTS Jaka Baring yang di duga berpotensi merugikan negara dan menghamburkan uang negara”, ujar ketua LSM Indoman Amrizal Aroni.

Opini: Tim Redaksi

Editor: Nurmuhammad

Posted by: Admin Transformasinews.com