JANGANKAN AMBIL ALIH TUGAS KPK, KEJAGUNG LUMPUH LAYU UNGKAP PERKARA KORUPSI

TRANSFORMASINEWS.COM, PALEMBANG. Wacana pencabutan wewenang penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi oleh anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR RI tentang Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), disambut baik Kejaksaan Agung.

Jaksa Agung Muda Intelijen Adi Toegarisman mengatakan, “Kalau itu dituangkan di UU, namanya UU kami wajib melaksanakan. Paham artinya kan?” Kata Adi kepada wartawan usai rapat dengan Komisi III DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, kala itu Selasa (5/9/2017).

Timbul pertanyaan apakah Kejaksaan Agung sanggup mengambil alih tugas KPK memberantas korupsi atau malah menjadi sebaliknya menjadi pelindung koruptor. Terlihat dari beberapa kasus korupsi yang di tangani Kejaksaan Agung yang bertentangan dengan rasa keadilan.

Lembaga anti rasuah KPK pernah di kecewakan intitusi Kejaksaan dengan vonis bebas yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Ternate terhadap salah satu pengurus teras Partai Golkar dan calon gubernur Maluku Utara itu.

“KPK kecewa dengan penanganan kasus korupsi anggaran pembangunan Masjid Raya Sanana,” ungkap Wakil Ketua KPK Dr Laode Muhammad Syarif saat berdiskusi dengan awak media, kala itu Selasa (25/7/17).

KPK, lanjut Laode, sebelumnya mengirimkan surat untuk mengambil alih kasus masjid raya karena proses penanganannya waktu itu tak berjalan baik. Langkah KPK tersebut adalah bagian dari fungsi koordinasi dan supervisi (Korsup).

“Tapi dua hari berikutnya kami mendapat surat bahwa berkas terdakwa (AHM, Red) sudah lengkap. Dan kejaksaan kelihatan serius ingin menangani kasus ini serta demi menjaga hubungan baik juga dengan kejaksaan, KPK biarkan kasus ini ditangani di daerah,” tuturnya.

KPK ‘kena getah’ dengan bebasnya tersangka karena dianggap tidak serius menangani kasus Masjid Raya Sanana. Kualitas dakwaan dan penyajian bukti-bukti di pengadilan yang disampaikan oleh Penuntut menjadikan tersangka di vonis bebas oleh Majelis.

Penyidikan perkara dugaan korupsi dana hibah pada APBD Sumsel 2013 menjadi anti klimaks pemberantasan korupsi di Indonesia. Penyidik Kejagung di sinyalir mengesampingkan alat bukti yang menjerat pelaku utama pemalak uang rakyat berpotensi merugikan uang negara hampir Rp. 600 milyar.

Penyidik Kejagung patut di duga memanipulasi alat bukti dan menetapkan tersangka yang di duga tanpa proses penyelidikan. Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print – 95/F.2/Fd.1/09/2015 tertanggal 8 September 2015 patut di duga menjadi bukti perselingkuhan antara oknum Kejagung dan oknum birokrat pelaku tindak pidana korupsi.

Keterangan saksi pada Print – 95/F.2/Fd.1/09/2015 di duga tidak terkait dengan tersangka Kaban Kesbangpol Sumsel dan Kepala BPKAD walaupun sprint tersebut menjadi alasan penetapan tersangka kepada keduanya.

Entah alasan apa sehingga penyidik patut di duga merubah tersangka yang seharusnya menjadi dua tersangka tak terduga.

Diduga hal ini terkait dengan beredarnya runmor tim Siluman “Pandawa Lima” mengatur tersangka dengan bernegoisasi dengan oknum Kejaksaan “J” namun hal ini sangat sulit untuk di buktikan secara nyata. Namun bila dilihat dari pemeriksaan saksi berdasarkan Print – 95/F.2/Fd.1/09/2015 terkesan “Pandawa Lima” nyata dan bergentayangan selaku mafia kasus yang sangat piawai dalam mengatur calon tersangka.

Jaksa Agung patut di duga tak mampu berucap tegas untuk menetapkan tersangka baru dan pelaku utama dana hibah Sumsel 2013 yang di sinyalir karena kuatnya pengaruh “Pandawa Lima” dalam perpolitikan dan jumlah uang yang diduga siap di gelontorkan “Pandawa Lima” untuk menutup perkara.

Opini: Tim Redaksi

Editor: Nurmuhammad

Posted by: Admin Transformasinews.com