Dudung Sebut Kasusnya karena Ancaman Nazaruddin

Mantan Direktur Utama PT Duta Graha Indah Tbk Dudung Purwadi (ANTARA/Sigid Kurniawan/HR02)

TRANSFORMASINEWS.COM, JAKARTA. Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Duta Graha Indah (DGI) Tbk, Dudung Purwadi, menyebut kasus korupsi yang didakwakan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepadanya berawal dari ancaman Muhammad Nazaruddin.

“Nazaruddin mengancam, ‘Pak Dudung, kalau anda tidak membayar ini, maka akan saya seret seperti saya menyeret Anas, saya seret perusahaan anda sampai saudara nangis-nangis’,” kata Dudung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (31/7).

Adapun kasus korupsi yang didakwakan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu adalah pembangunan rumah sakit khusus infeksi dan pariwisata Universitas Udayana (Unud) Bali tahun anggaran 2009-2010 dan Wisma Atlet serta gedung serbaguna Provinsi Sumatera Selatan.

Dudung menuturkan, awalnya adik Muhammad Nazaruddin, Muhammad Hasyim sudah tiga kali datang ke kantor PT DGI Tbk. Dia membawa sekitar seratusan preman untuk memaksa DGI membayar fee proyek.

“Ketika itu saudara adiknya Nazaruddin, Hasyim untuk ketiga kalinya datang menyerebu kantor kami, tuntutan Hasyim waktu itu adalah untuk membayar fee yang saya tidak pernah tahu secara detail. Hasyim datang bersama 100 orang preman untuk yang ketiga kalinya dan saya ladeni karena waktu itu sudah ada pak Idris yang tahu masalahnya,” kata Dudung.

Dudung mengaku menolak membayar fee karena proyek itu sudah masuk ranah pidana sehingga Hasyim pun marah-marah dan memintanya untuk berbicara langsung dengan Nazaruddin yang ada di Cipinang. Nazaruddin kemudian menyampaikan ancaman tersebut di atas.

“Setelah itu Hasyim marah-marah dan saya diminta untuk berbicara dengan Nazaruddin yang ada di Cipinang. Waktu itu Nazaruddin mengancam,” ujarnya.

Dudung mempersilakan Nazaruddin melakukan apa yang disampaikannya. “Saya bilang silakan, saya merasa kita tidak punya komitmen. Artinya saya pribadi tidak pernah bicara komitmen dengan Nazaruddin,” katanya.

Setelah ada ancaman tersebut, beberapa waktu kemudian Nazaruddin memberikan keterangan kepada KPK bahwa ada pertemuan tentang proyek pembangunan rumah sakit khusus infeksi dan pariwisata Universitas Udayana (Unud) Bali.

“Di dalam BAP, dia [Nazaruddin] mengatakan bahwa saya pernah ada pertemuan untuk Udayana [Unud dihadiri oleh] Sandiaga Uno, kemudian Anas dan Nazaruddin di Hotel Rich Carlton pada tahun 2008/2009 yang mana itu tidak pernah terjadi,” kata Dudung kepada majelis hakim.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum KPK dalam surat dakwaan pertamanya tentang korupsi pembangunan rumah sakit Unud Bali, mendakwa Dudung Purwadi memperkaya PT DGI yang kini bersulih nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) sejumlah Rp 24,778.603.605 dengan rincian Rp 6.780.551.865 pada tahun 2009 dan Rp 17.998.051.740 pada tahun 2010.

Selain itu, Dudung juga memperkaya Muhammad Nazaruddin dan korporasi di bawah kendalinya yakni PT Anak Negeri dan Grup Permai sejumlah Rp 10.290.944.000. Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan atau perekonomian sebesar Rp 25.953.784.580 sesuai Laporan Hasil Audit dalam Rangka Audit Perhitungan Kerugian Negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Atas perbuatan tersebut, jaksa penuntut umum mendakwa Dudung melanggar dakwaan kesatu primer yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Adapun dakwaan subsidernya, melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sedangkan untuk kasus korupsi wisma atlet dan gedung serbaguna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang menjadi dakwaan kedua untuk Dudung, jaksa juga menyampaikan bahwa Dudung memperkaya PT DGI Tbk yang kini bernama PT NKE Rp 42.717.417.289.

Selain memperkaya PT DGI yang kini bernama PT NKE itu, terdakwa Dudung juga memperkaya Muhammad Nazaruddin atau Permai Grup sebesar Rp 4.675.700.000, serta Rizal Abdullah sebesar Rp 500 juta.

Perbuatan terdakwa Dudung bersama-sama Muhammad Nazaruddin dan Rizal Abdullah itu merugikan keuangan negara Rp 54.700.899.000 sesuai hasil perhitungan yang dilakukan BPK.

Atas perbuatan itu, jaksa penuntut umum mendakwa Dudung melanggar dakwaan kedua primer, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undan-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun dakwaan subsidernya, melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sumber: GATRAnews (Iwan Sutiawan)

Posted by: Admin Transformasinews.com