Mahkamah Agung Melewati 20 Tahun Gelombang Reformasi Menuju Negara Hukum

TRANSFORMASINEWS.COM, JAKARTA.  DI bawah kemudi Sang Ketua Professor DR. H. Muhammad Hatta Ali, SH. MH, reformasi hukum tuntas, Indonesia dibanjiri investor kakap dunia.

Bagai syair Bagimu Negeri, Profesor DR. H. Muhammad Hatta Ali SH. MH, sedang mengemban amanah sebagai Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, periode ke-1 (satu) 2012-2017 dan periode ke-2 (dua) 2017-2022.

Pertanyaan pertama yang akan muncul di benak rakyat Indonesia adalah, “Siapakah Hatta Ali dan bagaimana reformasi Mahkamah Agung menuju Negara Hukum Indonesia?”

Pria kelahiran Pare-Pare, Sulawesi Selatan 7 April 1950 ini telah malang-melintang di dunia peradilan sebagai seorang hakim. Kariernya bermula dari ujung barat Indonesia di Pengadilan Negari Sabang, Nangroe Aceh Darusalam, dilanjutkan di Lubuk Pakam, Sumatra Utara, kemudian didaulat untuk menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Gorontalo. 

Lepas dari Gorontalo ia dipromosikan sebagai Ketua Pengadilan Negeri di Kota Cakalang-Bitung Sulawesi Utara, lalu ditugaskan di Ibu kota Negara sebagai Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, sebelum akhirnya didapuk untuk memimpin Pengadilan Negeri Manado.

Sukses di Sulawesi Utara, karier Hatta Ali melesat cepat ketika ia dipercaya untuk menjadi Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1A khusus Tangerang kemudian dipromosikan kembali sebagai Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar. Mengakhiri pengabdian di Pulau Dewata, Hatta Ali akhirnya kembali pulang ke “rumah”.

Ia mulai bertugas di Mahkamah Agung sebagai Sekretaris Ketua Mahkamah Agung. Tak lama kemudian, ia memperoleh kepercayaan sebagai Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum selama 2 (dua) tahun, selanjutnya lolos Seleksi di DPR RI menjadi Hakim Agung pada tahun 2007. Dalam waktu singkat, dipercaya menjabat Ketua Kamar Pengawasan merangkap Juru Bicara Mahkamah Agung.

Berbekal sederet jabatan strategis yang diemban dan diselesaikan dengan gemilang, Hatta Ali akhirnya dipercaya kembali menjadi orang nomor satu di Mahkamah Agung, kepercayaan yang ia bayar lunas dengan berbagai terobosan dan gebrakan yang membuat Mahkamah Agung semakin hari semakin baik.

Kebutuhan akan Sosok Reformis, membuat Hatta Ali dipercaya untuk kembali memimpin Mahkamah Agung pada periode kedua 2017 – 2022. Jika sampai pada penghujung pengabdian, pria jebolan Universitas Airlangga dan Universitas Padjajaran ini akan menjadi Ketua Mahkamah Agung terlama kedua setelah Wirjono Prodjodikoro yang menjabat tahun 1952 hingga 1966.

Menurut Hatta Ali, penegakan dan kepastian hukum sangat penting dalam bernegara dan hukum harus menjadi panglima dari semua sektor sehingga semua sendi kehidupan bernegara dapat berjalan secara tertib untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Ketika gaung reformasi berdentang seiring dengan tumbangnya rezim Orde Baru, salah satu yang menjadi tantangan terbesar adalah bagaimana mereformasi sistem peradilan Indonesia yang kadung membopong stigma negatif.

Sejak mulai memimpin Mahkamah Agung awal tahun 2012, Hatta Ali seperti berada di episentrum badai kritikan yang deras mengalir pada korps dengan semboyan Dharmmayukti tersebut. Tekanan demikian keras. Namun dengan ketenangan dan kearifan, Hatta Ali mulai bekerja dan terus bekerja keras untuk mengganti jubah usang Mahkamah Agung dengan jubah baru yang penuh kemilau. Pelan-pelan namun melangkah dalam kepastian, Hatta Ali sedang merontokkan stigma bahwa sistem hukum Indonesia takkan pernah tersentuh reformasi.

Tantangan publik ia jawab dengan melaksanakan cetak biru pembaharuan peradilan 2010-2035 yang hingga saat ini masih ia implementasikan.  Dengan tetap berkiblat pada Mukadimah UUD 1945, Hatta Ali memiliki mimpi besar mewujudkan sistem peradilan Indonesia sesuai visi “Mewujudkan Badan Peradilan Indonesia yang Agung”.

Visi besar ini ditopang Tujuh Pilar Utama yaitu : 1) Kemandirian kekuasaan kehakiman, 2) Integritas dan kejujuran, 3) Akuntabilitas, 4) Responsibilitas, 5) Keterbukaan, 6) Ketidakberpihakan, serta  7)  Perlakuan yang sama dihadapan hukum (Equality Before the Law).

Namun demikian, memiliki cetak biru untuk seorang Hatta Ali tidaklah cukup. Baginya, action speaks louder than words. Ia sangat paham dengan kata bijak tersebut. Tak heran berbagai gebrakan lahir dari kinerja sosok pekerja keras ini.

Di bawah kepemimpinannya, Mahkamah Agung berhasil meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) enam kali berturut-turut. Ini mencerminkan manajemen keuangan mumpuni di dalam tubuh Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Lalu Mahkamah Agung juga mencatat kemajuan penting dimana hingga tahun 2017, Hatta Ali berhasil memastikan bahwa tunggakan perkara berada di level terendah sepanjang sejarah. Mahkamah Agung berhasil melewati target penyelesaian perkara tertinggi dengan “strike rate” bertengger di angka 87,31% melampaui nilai indikator kinerja utama 70%.

Di bawah Hatta Ali, Mahkamah Agung menjadi lebih melek teknologi dengan Membuka Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Informasi Terkini. Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), Direktori Putusan, Sistem Informasi Administrasi Perkara (SIAP) Mahkamah Agung, Sistem Informasi Pengawasan (SIWAS), Penerapan Aplikasi Perhitungan Panjar Biaya Perkara (e-SKUM), Penerapan Aplikasi Audio to Text Recording (ATR), Pengembangan Fitur e-Exam sebagai bagian dari peningkatan fungsi E-Learning (ELMARI) dan Penerapan Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT) merupakan bukti nyata usaha Mahkamah Agung untuk berjalan seiring dengan kemajuan Iptek.

Bahkan, gebrakan terbaru yang ditelorkan Hatta Ali adalah pendaftaran perkara secara daring atau online yang tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2018. Hal ini merupakan ide brilliant (cerdas) karena sangat cocok diterapkan untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merupakan Negara Maritim.

Dengan demikian, pengadilan menjadi sangat mudah untuk dijangkau oleh mereka yang bermukim di tepian nusantara, maupun masyarakat perkotaan.
Untuk mendaftarkan perkara secara online, masyarakat hanya perlu membekali diri dengan E-KTP, dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

Sementara itu, pembayaran biaya perkara cukup dilakukan lewat mekanisme transfer via bank. Selain itu, sistem itupun mengatur tentang panggilan sidang secara elektronik, dan akan diterapkan pula pengajuan jawaban, replik, duplik dan kesimpulan. Dengan terputusnya interaksi antara masyarakat pencari keadilan dan petugas peradilan, secara otomatis praktek kotor korupsi dan pungutan liar akan segera terkikis habis. Melalui terobosan ini, Hatta Ali menjawab begitu banyak keluhan masyarakat tentang sulitnya proses peradilan yang sering ditemui.

Pada 2017 dicanangkan sebagai tahun pembersihan para hakim nakal. Itulah sebabnya ia dikenal sebagai sosok yang tegas menghukum para hakim nakal. Tak heran Mahkamah Agung menjadi lembaga yang makin disegani dan dihormati.

Menurutnya, badan peradilan harus mandiri karena itu adalah salah satu prinsip utama sebuah Negara Hukum dan untuk menjalankannya, diperlukan hakim dan aparat yang berkompeten dan memiliki integritas. Hatta Ali berpandangan bahwa integritas seorang hakim akan tercermin dari bagaimana ia mengambil sebuah keputusan.

Hakim Agung Ahmad Yamani. Tentu masih segar dalam ingatan ketika Hatta Ali memutuskan menindak tegas koleganya tersebut, karena mencoba untuk mengubah putusan demi meringankan gembong narkoba Hengky Gunawan. Ia tidak bergeming ketika “bisikan-bisikan sesat” masuk ke telinganya, mengajak berkompromi. Baginya, hakim nakal sama seperti kanker yang harus dibuang, supaya tidak menggerogoti bagian-bagian tubuh lainnya.

Ya, Mahkamah Agung seperti tubuh yang dengan sangat telaten sedang dirawat, dibersihkan borok-boroknya, kemudian secara perlahan dan pasti didandani oleh Hatta Ali.

Naluri yang tajam menuntutnya masuk sampai ke salah satu inti persoalan kenapa sistem Peradilan di NKRI, dengan mudah bisa di intervensi oleh berbagai kepentingan pihak lain mulai ditingkatkan, sehingga sedikit demi sedikit penghasilannya mengalami perbaikan. Visi Besar dalam rangka Mewujudkan Badan Peradilan Indonesia yang Agung di NKRI MENUNTUN HATTA ALI  ke jalur yang benar, terkait dengan pembenahan demi pembenahan yang ia lakukan sebagai bentuk konkrit KERJA NYATA DAN CEPAT.

Di bawah kepemimpinan Hatta Ali lah, gurita birokrasi peradilan di seluruh NKRI sudah dipangkas untuk menjadikan lembaga hukum ini lebih sederhana, cepat, berbiaya ringan, serta mengedepankan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Orang-orang menjulukinya sebagai hakim bertangan dingin. Semua yang ia sentuh berujung keberhasilan. Cara ia berbicara adalah dengan menunjukan kinerja dan bukan dengan semburan kata demi kata. Dalam kesenyapan ia berkarya merombak dan membangun kembali sistem peradilan Indonesia di NKRI. Ia membenamkan diri dalam upaya mengembalikan image Mahkamah Agung yang rusak supaya betul-betul bisa kembali pada marwah sebenarnya, sebagai insan-insan Dharmmayukti yang berarti kebaikan yang sesungguhnya.

Tidak ada kebaikan palsu dalam mengabdi kepada nusa dan bangsa. Sebab itu, Hatta Ali tidak jumawa dengan menganggap semua pencapaian merupakan hasil kerja semata. Superman is dead, demikianlah kira-kira analoginya. Tidak ada yang berhasil mengerjakan pekerjaan besar sendirian. Sebab itu Hatta Ali tidak sungkan untuk menghargai jajaran yang ia pimpin sebagai penyumbang keberhasilan terbesar. Ini adalah cerminan kerendahan hati seorang Hatta Ali. Pemimpin yang memimpin dengan teladan dilandasi kebaikan yang tulus.

Sudah bukan barang baru lagi, dimana selama ini masyarakat dibuat kecewa dan sakit hati dengan sistem yang berbelit-belit, birokrasi demikian panjang dan sudah barang tentu jauh dari efisiensi.

Pembenahan disektor hukum masih meninggalkan banyak pekerjaan rumah. Hatta Ali sedang mengambil bagiannya dan ia patut untuk didukung. Sebabnya, mereformasi sebuah lembaga tinggi negara bukan merupakan pekerjaan gampang. Namun Hatta Ali tidak pernah melihat itu sebagai sebuah energy sucker. Sebaliknya, ia makin menggelora.

Visi dan mimpi besarnya untuk NKRI yang lebih baik dibidang Penegakan Hukum (Law Enforcement) seakan menjadi doping mujarab yang membuat kaki-kakinya terus berjalan tanpa menjadi lelah dan berlari tanpa menjadi letih.

Indonesia begitu banyak membutuhkan sosok reformis dengan karakter pekerja keras seperti Hatta Ali. Pasalnya, lonceng reformasi kadung berdentang dan tidak bisa didiamkan lagi. Sebagai putra Sulawesi Selatan, ia tahu betul bahwa sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke belakang. Begitu banyak sendi bernegara yang harus direformasi dan   hal itu tidak bisa dilakukan oleh figur yang hanya pandai beretorika belaka. “KERJA, KERJA, DAN KERJA, Itu yang harus dilakukan”.

Ia tidak pernah memilih dimana ia harus membaktikan dirinya. Dari titik nol kilometer di Sabang mulai menapakkan kaki. Hingga hari ini, seorang Hatta Ali masih terus berjalan mengembang tanggung jawab mulia sebagai “Pimpinan Tertinggi para Hakim yang merupakan Wakil Tuhan di Bumi NKRI”, dan pelayan masyarakat. Langkahnya tidak akan pernah terhenti selama jiwa raga masih menyatu demi membawa Indonesia menjadi Negeri dan Negara hukum yang terhormat, terpandang dan disegani oleh siapa saja di muka bumi ini.

Sumber: mediaindonesia.com/Micom

Posted by: Admin Transformasinews.com