Peradilan Busuk Negara Bubar

fot-201605-004178
MI/MOHAMAD IRFAN

TRANSFORMASINEWS.COM, JAKARTA. SATU per satu personel lembaga peradilan terjerat dugaan kasus suap.

Reformasi lembaga yudikatif menjadi hal yang mutlak harus dilakukan untuk menyingkirkan kebusukan yang bersarang.

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan ada istilah, apabila lembaga eksekutif dan legislatif yang korup, negara masih dapat bertahan, tapi jika korupsi sudah menggerogoti lembaga yudikatif, negara itu harus dilikuidasi karena benteng keadilan pasti akan runtuh.

Arsul menganggap Indonesia dapat belajar dari Ukraina yang menerapkan reformasi peradilan secara radikal.

Negara tersebut menyeleksi ulang para hakim demi menjamin integritas mereka.

MA diakui Arsul memang telah mengupayakan pembaruan melalui cetak biru lembaga peradilan 2010-2035.

Sayangnya, reformasi itu relatif belum berhasil mengubah sisi kultural.

“MA belum pernah memecat level hakim agung yang terindikasi korupsi, bahkan cenderung melakukan pembelaan,” terang Arsul dalam diskusi bertajuk Lembaga Peradilan di Pusaran Korupsi, di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Pada diskusi yang sama, Komisioner Ombudsman Laode Ida mengatakan santernya indikasi keterlibatan pejabat Mahkamah Agung menguatkan dugaan adanya kebusukan dalam lembaga peradilan tertinggi itu.

Laode menyoroti proses pemutusan perkara di MA yang tertutup, sehingga membuka celah terjadinya transaksi kasus.

“Kalangan pebisnis ataupun orang yang memiliki uang memanfaatkan proses itu,” kata Laode.

Kalangan internal MA mengakui ada kesalahan tata kelola di MA.

Hakim Agung Gayus Lumbuun menilai tim mutasi dan promosi di MA lalai mengecek rekam jejak dalam menentukan orang-orang yang menempati jabatan-jabatan di pengadilan maupun di MA.

Pemimpin MA juga semestinya dapat berlaku lebih tegas.

“Kalau pimpinan tegas mengatur administrasi, tidak ada celah mengubah putusan dan lain-lain,” timpal Gayus.

MA juga terkesan bergeming ketika nama Sekretaris MA Nurhadi Abdurachman disebut terseret dalam kasus suap di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Tersangka baru

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan akan terus mencari sekretaris pribadi, ajudan, sekaligus sopir Nurhadi yang bernama Royani.

Kesaksian mereka sangat diperlukan untuk mengungkap lebih dalam kasus suap yang telah membuat Sekretaris PN Jakarta Pusat Edy Nasution menjadi tersangka.

“Oh iya, itu (Royani) salah satu yang penting, pelaku yang penting,” terang Ketua KPK Agus Rahardjo saat ditemui, di Jakarta, kemarin.

Agus pun kembali memberi sinyal Nurhadi diduga kuat terlibat dalam kasus itu.

Dari keterangan dua tersangka, yaitu Doddy A Supeno dan Edy Nasution, serta dokumen dan uang dari rumah Nurhadi sekitar Rp1,7 miliar sudah muncul dugaan tersangka lain.

“Akan ada tersangka baru? Itu pasti dong. Pasti dong,” cetus Agus.

Agus mengaku heran dengan perilaku koruptif pejabat di MA, padahal mereka sudah mendapatkan gaji cukup besar.

Karena itu, perlu ada perbaikan sistem di MA untuk mencegah kerakusan terus mencengkeram.

Sumber: Media Indonesia(Cah/P-1)

Posted by: Admin transformasinews.com

Leave a Reply

Your email address will not be published.