Dapatkah Audit Keuangan PT PDPDE Gas Dijadikan Alat Bukti Kerugian Negara

 TRANSFORMASINEWS.COM, PALEMBANG – Kajati Sumsel saat ini sedang melakukan penyelidikan dugaan korupsi penjualan gas negara blok Jambi Merang yang diduga berpotensi merugikan negara ratusan milyar rupiah.

Namun penyelidikan ini terkesan terkendala karena kurang kooferatifnya salah satu saksi kunci dan alat bukti yang patut diduga di hilangkan para terduga pelaku kejahatan.

Tentunya fihak aparat hukum tidak menyerah begitu saja dan membiarkan dugaan korupsi ini mangkrak di tengah jalan. Salah satu upaya yang dapat  di lakukan dengan alat bukti lain.

Alat bukti lain itu seperti laporan keuangan perusahaan joint venture PT PDPDE Gas untuk mengungkap ketimpangan bagi hasil antara Pemprov Sumsel dengan PT DKLN yang di komandoi Mudai Madang.

Simak laporan keuangan PT PDPDE Gas audited yang di audit akuntan publik independent. Didalam audit ini terbaca dua jabatan utama yang di pegang oleh satu orang.

Cacha Isa Saleh Sadikin selaku Dirut PT PDPDE Gas dan juga dirut Perusda Sumsel PD PDE yang tentunya akan menciptakan pertentangan kepentingan. Selaku wakil pemegang saham mayoritas PT PDPDE Gas yaitu PT DKLN dan Wakil Pemprov Sumsel sebagai pemegang lisensi penjualan gas bagian negara blok Jambi Merang.

Patut diduga atas inisiatif Cacha selaku Dirut PD PDE dan Dirut PT PDPDE Gas maka Pemprov Sumsel hanya mendapatkan fee US$ 0,1 per MMBTU dari selisih harga jual yang diduga sebesar US$ 2,4 per MMBTU.

Pada tahun 2011 pendapatan kotor PT PDPDE Gas sebesar US$ 2.352.861 dari penjualan Gas Jambi Merang, kemudian tahun 2012 meningkat pesat menjadi US$ 29.530.082 dan pada tahun 2013 meningkat lagi menjadi sebesar US$ 32.786.783.

Menjadi tanda tanya kenapa hak jual gas bagian negara milik Pemprov Sumsel hanya di hargai US$ 0,1 per MMBTU berupa FEE penjualan. Harusnya berupa bagi hasil berdasarkan prinsip saling menguntung kedua belah fihak.

Bila mengacu kepada aturan yang biasa di dalam Kontrak Kerja Sama (KKS), Pemprov Sumsel mendapat bagian 60% seperti kata Wamen ESDM tentang bagi hasil Migas.

Dalam skema gross split 2019 maka base split untuk minyak bagian negara sebesar 57% dan bagian kontraktor sebesar 43%. Sementara base split untuk produksi gas ditetapkan bagian negara sebesar 52% dan kontraktor sebesar 48%.

Bila mengacu KKS  sebelum 2019 bagian Pemprov Sumsel sebesar 60% setelah di potong biaya toll fee dan pajak yang harus dibayar.

Selisih harga beli dan jual sebesar kurang lebih US$ 2,4 dan beban penjualan berupa toll fee sebesar US$ 0,70 dan pajak sebesar 10% maka total pemdapatn pada kisaran US$ 1,4.

Seharusnya Pendapatan Pemprov Sumsel melalui PD PDE pada kisaran US$ 0,7 per MMBTU bukannya US$ 0,1 Per MMB

“Inilah yang menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat Sumsel dan sedemikian mudahnya Pemprov Sumsel menyerahan hasil Sumber Daya Alam untuk fihak swasta dan iklas hanya mendapat bagian terkecil”, ujar Bony Koordinator MAKI Palembang.

“Kenapa tidak menyerahkan saja hak jual gas bagian negara itu ke KKS Talisman/Pacifik Oil dan mendapat fee lamgsung yang tentunya jauh lebih besar dan mungkin mendekati US$ 1”, ujar Bony kembali.

“Inilah kalau Pemimpin Daerah yang diduga tidak punya niat baik dan pastinya mencari keuntungan dari ketidak tahuan masyarakat”, ujar Bony di akhir pendapatnya.

Masyarakat berharap banyak dengan aparat penegak hukum untuk mengungkap dugaan korupsi ini dan menghukum pelakunya walaupun tokoh politis dan berkuasa.

Sumber: Transformasinews.com

Penulis: Tim Redaksi
Editor: A.Aroni 

Posted by: Admin