Bekas Bos Petrokimia Gresik Diduga Lakukan Korupsi Sistemik

korupsi-ikustrasi
Korupsi-Ilustrasi/Net

TRANSFORMASINEWS,  JAKARTA – Federasi Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara (FSP BUMN) Bersatu, menemukan indikasi korupsi sistemik di perusahaan BUMN.

Kali ini, FSP meyebut ada korupsi sistemik yang dilakukan Arifin Tasrif, mantan Direktur PT Petrokimia Gresik periode 2001-2010.

Prakoso Wibowo, Ketua Harian FSP BUMN Bersatu mengatakan, dari hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan sejumlah kejanggalan.

Dalam semester II Tahun Anggaran (TA) 2006, atas permintaan Menteri Perindustrian, BPK memeriksa anggaran harga pokok penjualan (HPP) pupuk bersubsidi tahun 2006, di PT Petrokimia Gresik (PT PG).

Pemeriksaan ditujukan untuk menilai kewajaran anggaran HPP pupuk bersubsidi tahun 2006, dan anggaran subsidi pupuk tahun 2006 yang diajukan PT PKG.

Pemeriksaan atas anggaran HPP pupuk urea bersubsidi PT PKG tahun 2006 sebesar Rp 655,19 miliar, menghasilkan koreksi sebesar Rp 135,26 miliar, sehingga HPP menjadi Rp 519,92 miliar atau Rp 1,51 juta per ton.

Harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah adalah Rp 402,61 miliar untuk penyaluran pupuk bersubsidi sebanyak 344.674,00 ton. Sehingga, jumlah anggaran subsidi pupuk urea hasil pemeriksaan sebesar Rp 117,31 miliar.

Hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan PT PKG Tahun Buku 2004, mengungkapkan temuan-temuan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan pengendalian internal.

Hingga semester II TA 2006, terdapat tiga temuan senilai Rp 7,45 miliar dan 1,17 juta dolar Amerika Serikat (AS) yang belum selesai ditindaklanjuti.

Wibowo menjelaskan, temuan tersebut di antaranya penjualan pupuk senilai Rp 5,69 miliar, yang tidak sesuai ketentuan perjanjian fasilitas kredit ketahanan pangan.

Kemudian, penjualan jasa kepada PT Petro Oxo Nusantara PT (PON), yang berpotensi merugikan perusahaan sebesar 1,17 juta dolar AS.

“PT PKG belum menerima pembayaran atas bagi hasil pendapatan jasa pelabuhan periode 1996 sampai 2002, dari PT Pelindo III sebesar Rp 1,76 miliar,” ungkap Wibowo kepada wartawan, Jumat (13/9/2013).

Menurutnya, berdasarkan pasal dua perjanjian kredit untuk produksi pertanian atau KKP yang mengggunakan paket pupuk Phonska, seharusnya PT PG tidak menyalurkan pupuk kepada kelompok tani, sebelum ada persetujuan dari PT Bank Bukopin.

Ia menuturkan, dalam pasal tersebut antara lain dinyatakan bahwa PT PG melaksanakan penyediaan paket pupuk Phonska sesuai jenis, jumlah mutu, harga, waktu, dan tempat yang tertuang dalam perjanjian penjualan antara PT PG dengan kelompok tani, yang memeroleh fasilitas kredit dari PT Bank Bukopin.

“Hal tersebut mengakibatkan adanya potensi kerugian, yaitu risiko tidak tertagihnya piutang, diperkirakan sebesar Rp 1.085.943.470,00. Ini terjadi karena PT PG melakukan penyaluran pupuk berdasarkan RDKK yang dibuat kelompok tani, tanpa ada persetujuan dari PT Bank Bukopin,” jelasnya.

Sumber: (TRIBUNNEWS.COM)

Leave a Reply

Your email address will not be published.