PEMBATALAN SEPIHAK PERJANJIAN BOT PASAR 16 ILIR “BERDAMPAK HUKUM”

fery
Ir.Feri Kurniawan ketua LSM-UGD Sumsel

TRANSFORMASINEWS.COM, PALEMBANG. Pengunduran diri Hermanto Wijaya  dari jabatan sebagai anggota Pengawas PD Pasar, Rabu (11/12/2013) dan diterima langsung oleh Direktur PD Pasar, Apriadi S Busri menjadi tanda Tanya besar kala itu. Seorang pemuka agama Budha dan pengusaha retail mumpuni di kota Palembang mengundurkan diri dari tempat basah dan menjanjikaN?.

HW menyatakan “Terimakasih atas kepercayaan yang diberikan Walikota kepada saya, tapi terus terang amanat yang diterima ini ternyata tidak sesuai dengan hati nurani saya. Persoalan pasar banyak yang tidak transparan, tanpa koordinasi dan tanpa hati nurani. Ini yang berlawanan dengan jiwa saya,” kata HW kala itu  usai menyerahkan surat pengunduran dirinya.

Tanda Tanya besar ini mulai mengungkap saat kisruh pedagang pasar 16 Ilir yang mempertanyakan status los dan kios mereka setelah habis masa HGBnya Januari 2016. Siapa sebenarnya yang berkepentingan dengan berakhirnya masa HGB PT Prabu Makmur tahun 2016.

Sebelum berakhirnya masa HGB los dan kios pasar 16 Ilir, Pemkot Palembang membuat perjanjian didepan notaris dengan investor swasta PT Gandha Tahta Prima (PT GTP)  untuk membangun, mengelola dan menyerahkannya kembali ke Pemkot Palembang  setelah  20 tahun pengelolaan.

Namun Perjanjian ini di akan di anulir oleh Pemkot Palembang dengan alasan PT GTP melakukan wanprestasi perjanjian Build Operate and Transfer (BOT) dengan tidak mentaati isi perjanjian kerjasama tersebut. Apakah PT GTP telah melanggar akta perjanjian notaries?.

Pernyataan Hermanto Wijaya tentang persoalan pasar banyak yang tidak transparan, tanpa koordinasi dan tanpa hati nurani mulai terungkap dengan jelas dan diduga disebabkan oleh karena adanya fihak yang berkepentingan  dengan restribusi Pasar 16 Ilir.

Rencana  pembatalan perjanjian BOT pasar 16 Ilir dengan PT GTP oleh Pemkot Palembang dengan dasar kajian hukum FH Unsri No. 195/UN9.1.2/KP/2016, kajian ekonomi dari PT Properindo Jasatama dan pernyataan wanprestasi PD Pasar Palembang Jaya akan berdampak hukum bila terlaksana.

Mengingat akta Notaris  mempunyai kekuatan pembuktian mutlak dan mengikat dan merupakan bukti yang sempurna sehingga tidak perlu lagi dibuktikan dengan pembuktian lain selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan.

Menurut pasal 1365 KUH Perdata  “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Dugaan perbuatan melanggar hukum oleh Direksi PD PPJ terjadi ketika pada tanggal 1 Agustus 2013, Direktur Utama PD PPJ menyampaikan Surat kepada PT GTP Nomor 511.2/415/PD-Psr/2013 tentang Penundaan Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Penyerahan Pasar 16 Ilir Palembang.

Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa PT GTP diminta untuk menghentikan segala bentuk kegiatan di Pasar 16 Ilir dan Direktur Utama PD PPJ menyampaikan usulan pembatalan BOT kepada Walikota Palembang dengan surat Nomor 539/438.8/PD.Psr/VIII/2013 pada tanggal 23 Agustus 2013.

Penghentian sementara kerjasama selama 20 bulan dari Juli 2013 sampai Mei 2015 oleh direktur utama PD PPJ merupakan perbuatan yang terindikasi melanggar hukum dan disinyalir merugikan keuangan fihak lain dalam hal ini PT GTP.

Bila PT GTP menggugat perdata kerugian selama masa penundaan 20 bulan dan kerugian  investasi yang telah di tanamkan serta kerugian prospek keuntungan selama masa kerjasama 20 tahun termasuk kerugian imateril karena hilangnya kesempatan berusaha dan mendapatkan keuntungan sehingga  memenangkan gugatan maka tak terbilang jumlah konvensasi yang harus di bayar.

Tidak hanya unsur perdata saja yang akan mengungkap namun diduga unsur pidananya pun akan terungkap mengingat neraca keuangan PT GTP akan menjadi alat bukti gugatan.

Sementara ada tiga versi neraca keuangan yang ada saat ini yaitu neraca keuangan PD PPJ, Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI dan Neraca keuangan PT GTP.

Investor yang akan ber investasi di Kota Palembang akan berpikir sejuta kali karena tidak ada kepastian hukum terhadap perjanjian kerjasama investasi dan hal ini dinyatakan oleh auditor BPK RI didalam buku Laporan Hasil Pemeriksaan atas operasional PD Pasar Palembang Jaya tahun 2014 dan semester 1 tahun 2015 :

  1. Mampaat dan keuntungan yang seimbang dan wajar bagi kedua belah fihak tidak tercapai.
  1. Kepastian hukum dan rasa aman memenuhi ketentuan tertulis yang telah di setujui bersama tidak memiliki dasar yang kuat.

Perjanjian BOT dengan PT GTP sangat menguntungkan Pemkot Palembang mengingat tidak membebani APBD Kota Palembang dan menghindari adanya potensi kebocoran PAD. Bila disimak dari LHP BPK RI dimana jumlah pemasukan PAD pasar 16 Ilir selama masa penundaan 2013 sampai dengan 2015 yang sangat kurang maka BOT dengan fihak ketiga merupakan alternative terbaik.

Kutipan perjanjian restribusi pasar 16 Ilir antara PD PPJ dengan PT GTP  “PD Pasar Jaya setelah beroperasi lantai 4 dan lantai 5 pada tahun pertama mendapatkan jasa restribusi sebesar minimal 60% (enam puluh persen) dari jumlah los dan kios di kali besarnya dimana restribusi sesuai dengan ketentuan Peraturan Walikota (Perwali) yang berlaku.

Pembayaran tersebut per bulan bersih dan meningkat persentasenya sebesar 10% (sepuluh persen) untuk setiap tahunnya sehingga sampai tahun 2018 PD Pasar jaya mendapat jasa restribusi sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah los dan kios.

Untuk los dan kios yang berada di lantai basement sampai dengan lantai 3 (tiga), PD Pasar Palembang Jaya menerima uang Jasa restribusi pasar  sebesar Rp. 95.000.000,- (Sembilan puluh lima juta rupiah) per bulan bersih dan meningkat prosentasenya 5% (lima persen) untuk setiap tahunya sampai dengan tanggal dua puluh delapan Februari  tahun dua ribu tiga puluh tiga (2033).

Untuk jasa periklanan, pemasangan tower, pameran dan pemasangan mesin ATM, PD Pasar Jaya akan mendapat 40% (empat puluh persen) dari nilai kontrak setelah di potong pajak yang dibayar penuh PT Gandha Tahta Prima setelah dilaksanakannya penandatanganan kontrak dengan fihak ketiga.

Terhitung dari tahun 2016 (dua ribu enam belas) sampai tahun 2033 (dua ribu tiga puluh tiga) atas los dan kios yang terdapat pada lantai basement sampai lantai 3 (tiga) PD Pasar Jaya dan PT Gandha Tahta Prima berhak mendapatkan hasil sewa setelah dipotong pajak dengan perbandingan 50% : 50%.”.

Perjanjian yang menguntungkan Pemerintah kota Palembang dan tidak membebani APBD Kota Palembang menjadi tersia – siakan karena disinyalir ada kepentingan tertentu di balik pembatalan kerjasama.

OPINI

Penulis:Ir.Feri Kurniawan

Ketua LSM-UGD Sumsel

Editor: Amrizal Aroni

Posted by: Admin Transformasinews.com

Leave a Reply

Your email address will not be published.