Menristekdikti: Kalau Ada Indikasi Silahkan Lapor Polisi

menristekdikti
FOTO DOK:TRIBUNNEWS.COM

TRANSFOMASINEWS.COM, JAKARTA. Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhammad Nasir mempersilahkan penegak hukum untuk menelisik dugaan permainan uang dalam pemilihan rektor di Perguruan Tinggi Negeri.

Dia menyarankan agar pihak-pihak yang memiliki bukti indikasi permainan uang dalam pemilihan rektor untuk melapor ke penegak hukum.

Menurut Nasir hal itu penting dilakukan agar marwah pendidikan di Indonesia tetap terjaga dan supaya tidak merusak pendidikan tinggi.

“Saya selalu sampaikan. Kalau perguruan tinggi terjadi korupsi bagaimana menciptakan daya saing,” ucap Nasir saat ditemui di Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Rabu (2/11).

“Kalau ada indikasi silahkan lapor polisi,” sambungnya.

Mantan Rektor Universitas Diponegoro itu mengaku tidak mengetahui adanya permainan uang dalam pemilihan rektor di PTN. Selama menjabat sebagai menteri, dirinya hanya fokus bagaimana pelaksaan pemilihan rektor berjalan lancar dan mengurusi bagaimana latar belakang para calon-calon rektor.

“Saya demi Allah tidak pernah tahu, karena tidak pernah urusan dengan itu,” tegas Nasir.

Sementara itu, anggota Ombudsman RI, Laode Ida mengungkapkan jika pihaknya mengantongi laporan terkait indikasi dugaan permainan uang tersebut. Sayangnya dia belum mau membeberkannya.

“Tapi saya belum bisa ungkapkan apa-apa. Karena baru indikasi indikasi awal, nanti tentu kami tidak akan melaporkan kepada polisi tapi kami sampaikan kepada pihak bapak. Mungkin lebih bijak supaya bapak membaca isyarat, mungkin orang-orang di sekitar bapak, atau orang orang tertentu, atau orang tertentu yang menjadi oknum-oknum itu,” ujar Laode.

Pada kesempatan ini Laode tak menampik adanya cacat moral terkait pemilihan rektor di Universitas Halu Oleo. Ombudsman RI selain itu juga mencatat adanya status keanggotaan senat pemilih rektor yang menyalahi aturan pemerintah. Seperti, kepala unit perpusatakaan dan kepala unit komputer yang menjadi anggota senat.

Ombudsman RI juga menyoroti pemilihan rektor di Universitas Negeri Manado. Itu terkait rektor terpilih Yani Julyeta Runtuwene yang terlibat pembelajaran jarak jauh. Aktivitas mengajat jarak jauh tersebut melanggar UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi.

“Kasus yang lain adalah bagaimana proses-prosesnya menurut tinjauan kami cacat moral akademik. Intervensi rektor yang begitu kuat sampai pasang pengumuman di koran. Secara terbuka (ditulis) ‘demi Allah saya mendukung (calon) ini’,” tutup Laode.

KPK Kecewa, Pemilihan Rektor Terindikasi Tindak Pidana

KorupsiWakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan mengaku kecewa dengan indikasi tindak pidana korupsi terkait pemilihan rektor di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN).

“Kita memang sangat kecewa dugaan korupsi di kampus, kita tahu perguruan tinggi adalah tempat untuk menentukan masa depan bangsa,” kata Basaria, saat ditemui di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis malam (27/10).

Basaria mengungkapkan, dirinya tidak dapat membayangkan nasib pemberantasan korupsi jika kampus telah menjadi sarang koruptor. Apalagi, korupsi itu terjadi dalam proses pemilihan rektor yang bertugas mencetak calon pemimpin bangsa.

“Kita tidak bisa terbayangkan kalo para pendidik kita juga menjadi koruptor,” tegasnya.

Lebih lanjut, Basaria menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk mengungkap dan menindak dugaan korupsi dalam pemilihan rektor di sejumlah PTN tersebut.

Mantan Staf Ahli Sosial Politik Kapolri itu berharap dengan penindakan yang dilakukan lembaga antirasua, tidak ada lagi praktek korupsi di lingkungan kampus.

“Memang salah satu kekecewaan, tapi mau tidak mau hal ini harus kita tindak dengan harapan tidak akan terjadi lagi,” tutup Basaria.

Diketahui, Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Ahmad Alamsyah Saragih telah menerima informasi dari setidaknya tujuh PTN di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi, mengenai dugaan suap pemilihan rektor. Alamsyah mengatakan, dari informasi itu muncul nama-nama yang sama, yakni petinggi salah satu partai politik serta oknum di Kemristek dan Dikti.

Dia menuturkan, dalam pemilihan di tiga PTN, pemberi informasi mengungkapkan bahwa sudah terjadi penyerahan uang. “Besarnya bervariasi, antara Rp 1,5 miliar sampai Rp 5 miliar. Hal yang dikhawatirkan adalah jika kemudian ada kelanjutan berupa brokering (percaloan) proyek-proyek di kampus,” papar Alamsyah.

Menurut dia, ORI kesulitan menindaklanjuti informasi itu karena para pemberi informasi tidak bersedia membuat aduan secara resmi ke ORI. Karena itu, ORI akan mendalami informasi tersebut dalam kerangka memberikan masukan kepada Kemristek dan Dikti. Alamsyah mengatakan, tidak tertutup kemungkinan ORI bekerja sama dengan penegak hukum untuk menindaklanjuti informasi tersebut.

Sumber:Rmol/rus

Posted by: Admin Transformasinews.com

Leave a Reply

Your email address will not be published.