2015, Siapa Penyelenggara Negara Pertama yang Akan Ditangkap KPK

kasus-korupsi-wisma-atlet-anak-buah-alex-noerdin-dicecar-kpkTRANSFORMASINEWS, JAKARTA. Tidak berlebihan bila di tahun 2015 nanti megaskandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) betul-betul dapat dikuliti. Serta, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, baik yang berinisiatif menelurkan kebijakan itu maupun yang menggunakannya untuk menyelamatkan obligor dan memindahkan tanggung jawab mereka ke APBN segera ditangkap.

Hari Senin lalu (29/12), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad telah menegaskan bahwa pihaknya akan menjadikan (mantan) penyelenggara negara sebagai tersangka pertama dalam kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI yang diberikan pada era pemerintahan Megawati Soekarnoputri.

Mengapa bukan obligor yang mengemplang kewajiban?

Jawab Samad, karena penyelenggara negaralah yang merupakan pelaku. Adapun obligor hanya sebagai pihak terkait perbuatan korupsi.

Setelah penyelenggara dimaksud ditetapkan sebagai tersangka, baru obligor yang mendapat kemudahan berupa SKL BLBI yang akan disasar.

Dari semua saksi ahli yang telah diperiksa KPK beberapa waktu silam diperoleh gambaran bahwa kebijakan yang digelontorkan pemerintahan Soeharto ketika Indonesia dilanda krisis moneter dan ekonomi telah disalahgunakan untuk menyelamatkan obligor tertentu dan memindahkan beban mereka ke dalam APBN hingga kini.

Seharusnya, penerima danatalangan dari BI itu punya kewajiban mengembalikan danatalangan kepada negara. Namun banyak dari mereka yang mengubah pengembalian dalam bentuk aset.

Masalahnya, seperti yang disampaikan mantan Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan di pemerintahan Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli, tidak sedikit aset yang diserahkan kepada pemerintah berupa aset yang tidak sehat dan bolong-bolong.

Itulah sebabnya, saat Abdurrahman Wahid berkuasa, pemerintah membuat kebijakan baru dimana obligor mesti membuat pernyataan bahwa mereka akan bertanggung jawab selama tiga generasi dan pengembalian kewajiban dikontrol dengan ketat.

Tetapi setelah Abdurrahman Wahid terdongkel, pemerintahan Megawati tidak melanjutkan kebijakan itu, malahan memberikan SKL kepada sejumlah obligor.

SKL inilah yang kemudian dijadikan pijakan bagi KejaksaanAgung untuk menghentikan penyidikan terhadap sejumlah obligor BLBI, seperti Sjamsul Nursalim, The Nin King dan Bob Hasan.

Audit yang pernah dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan bahwa danatalangan BLBI sebesar Rp 144,5 triliun itu dikucurkan kepada 48 pemilik bank umum nasional. Akibatnya negara mengalami kerugiaan yang tidak sedikit, yakni mencapai Rp 138,4 triliun.

Setelah satu dekade lebih, patutlah masyarakat berbesar hati mendengarkan tekad Abraham Samad ingin menetapkan penyelenggara negara sebagai tersangka dalam megamisteri BLBI ini.

Sumber: [RMOL]

Leave a Reply

Your email address will not be published.