TRANSFORMASINEWS, PELEMBANG. Peringatan hari buruh sedunia (May Day) tanggal 1 Mei merupakan moment penting bangsa ini untuk memperbaiki nasib buruh yang terpinggirkan. Undang – undang ketenaga kerjaan Indonesia sangat tidak berpihak kepada nasib kaum buruh.
Tenaga kerja wanita diluar maupun dalam negeri hampir dapat dikatakan tidak pernah merasakan apa yang namanya perlindungan hukum. Departemen dan Dinas Ketenaga kerjaan setengah hati membela kaumburuh.
Adalah Yulia Ningsih, Amd korban ketidak pedulian perusahaan akan nasib buruh. PT Tiga Serangkai International telah dengan sengaja menghilangkan ijazah Diploma 3 “YULIA” dengan alasan hilang di Ekspedisi.
Surat keterangan bahwa ijazah “YULIA” hilang dalam perjalanan yang diberikan perusahaan ketika “Yulia” meminta kembali Ijazahnya saat mengundurkan diri dari PT Tiga Serangkai International. “Aku nak melamar gawe dak biso karena surat keterangan dak di akui menggantike ijazah”, ujarnya dengan sedih.
Ketika hal ini dikonfirmasikan ke Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang didapat jawaban “ Kami belum mendapatkan penjelasan undang – undang mengenai masalah penahanan ijazah dan kami belum dapat mengambil tindakan, ujar staff Disnaker yang minta identitasnya tidak dicantumkan.
Jerih payah Yulia Ningsih, AMD menuntut ilmu selama 3 tahun ter sia – siakan seperti debu ditiup angin. PT Tiga Serangkai International seolah melepas tanggung jawab dan melemparkan masalah tersebut ke perusahaan ekspedisi yang mengirimkan ijazah tersebut.
Departemen dan Dinas Tenaga Kerja seharusnya bertindak mencegah praktek penahanan ijazah pekerja karena hal ini bentuk lain dari perbudakan buruh dan pemasungan Hak Azazi Manusia. Ada lebih kurang 200 ribu ijazah pekerja Indonesia yang ditahan oleh perusahaan dengan alasan jaminan pekerja kepada perusahaan.
Lebih kejamnya lagi retail Indogrosir, Alpa Mart dan Indomaret selain menahan ijazah membebankan kerugian perusahaan kepada buruh sehingga UMR tak pernah dirasakan oleh buruh tersebut.
Setiap bulan Yung kami ikak dipotong gaji karene banyak barang hilang, ujar salah satu penjaga minimarket yang tidak ingin disebutkan identitasnya. .Kami dak malengnye tapi kami yang nanggungnye,ujarnya kembali. Kami kak kadang dipotong 400 sampe 500 ribu yung sebulannye, ujarnya di akhir pembicaraan.
Sejatinya Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia segera menghentikan praktek perbudakan manusia yang dilakukan oleh perusahaan – perusahaan tersebut dan melarang system jaminan tenaga kerja dengan penahanan ijazah pekerja. Kasus “Yulia” menjadi cerminan kurangnya jaminan ataupun perlindungan hukum kepada pekerja. (FK/AR)