Anak Koma Hingga Tewas, Keluarga Tolak Iming-iming Uang Damai Rp400 Juta

Anak Koma Hingga Tewas, Keluarga Tolak Iming-iming Uang Damai Rp400 Juta
Kondisi Muhammad Gafhan Habibi dirawat di ICU RSUD Ibnu Sina, Gresik, Rabu (18/2/2015). Foto:Surya/sugiyono

TRANSFORMASINEWS, GERSIK. Dokter tersangka kasus dugaan malapraktik yang mengakibatkan Muhammad Gafhan Habibi (5), sampai koma 71 hari dan berujung kematian, terus membujuk keluarga untuk berdamai.

Caranya, mengiming-imingi uang Rp400 juta lebih tapi pihak kelurga masih menolaknya hingga Minggu (5/4/2015).

Sekadar mengingatkan, Muhammad Gafhan Habibi meninggal dunia setelah dioperasi dua dokter di Rumah Sakit Ibu dan Anak Nyai Ageng Pinatih, Jl Abdul Karim, Gresik, pada awal Januari 2015.

Dewi Murniati, kuasa hukum orangtua almarhum Habibi, Pitono (37) dan Lilik Setiawati (35), mengatakan, pihak keluarga masih ditawari untuk mediasi dan mencabut laporan ke Polres Gresik.

Warga Dusun Sumber, Desa Kembangan, Kecamatan Kebomas, Gresik, itu melaporkan kecerobohan kedua dokter ketika operasi spindel tumor di paha kanan almarhum Habibi sampai berujung kematian.

“Pihak keluarga Pak Pitono masih ditawari mediasi oleh dokter-dokter yang mengoperasi mendiang Habibi. Bukan besar atau kecilnya nominal yang ditawarkan yaitu Rp 400 juta tapi pihak keluarga masih tetap menginginkan untuk dilanjutkan secara hukum,” kata Dewi.

Menurut, Dewi, dari hasil keterangan dan bukti-bukti yang disampaikan keluarga Pitono sudah terlihat kesalahan yang dilakukan kedua dokter, di antaranya melakukan bius total kepada anak saat operasi dan menelantarkan pasien tidak di ruang observasi setelah operasi.

“Dokter anestesi yaitu dr Dicky Tampubolon juga ceroboh tidak mengawasi pasien usai operasi operasi sehingga tidak mengetahui kalau pasien kehabisan oksigen sampai mengakibatkan mati batang otak,” imbuhnya.

Dewi menambahan, permasalahan yang dihadapi keluarga Pitono bukan suatu musibah yang dapat diselesaikan secara materi sebab kehilangan buah hati yang sudah usia 5 tahun menginjak sekolah dasar (SD).

“Yang lebih mengagetkan yaitu ternyata kedua dokter tidak mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) di RSIA Nyai Ageng Pinatih dan rumah sakitnya sudah habis izin operasionalnya,” katanya.

Menurut dia, tidak adil jika polisi tidak menetapkan tersangka dari pihak Dinas Kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Alasannya, ketidaktegasan kedua institusi tersebut mengakibatkan musibah ini terjadi.

Sementara, IDI Gresik dan Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik, belum bisa memberikan sanksi kepada kedua dokter yang statusnya dokter tetap di RSUD Ibnu Sina.

“Sesuai Pasal 88 Ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) ada sanksi jika tersangka ditahan, bisa diberhentikan sementara,” kata dr Sugeng Widodo, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik.

Terpisah, Bambang Priyadi, Kedua IDI Kabupaten Gresik, mengatakan, juga akan membela almamater kedokteran dengan cara pendampingan hukum terhadap dr Yanuar Syam.

“IDI Cabang Gresik bersama IDI Jatim mungkin akan membantu untuk pendampingan hukum terhadap dokter tersebut,” kata Bambang melalui telepon selulernya.

Seperti diberitakan, RSIA Nyai Ageng Pinatih yang dipimpin drg Achmad Zayadi ternyata sebetulnya mengetahui bahwa kedua dokter tersebut tidak mempunyai SIP dan rumah sakitnya juga tidak mengantongi izin operasional.

Atas kasus tersebut, polisi menetapkan 6 tersangka. Yakni, drg Achmad Zayadi selaku Direktur Utama RSIA Nyai Ageng Pinatih, dr Yanuar Syam spesialis bedah, dr Dicky Tampubolon spesialis anestesi dan tiga perawat yaitu Putra Bayu Herlangga, Masrikan dan Fitos Widyanti.

Sumber:TRIBUNNEWS.COM/AR

Leave a Reply

Your email address will not be published.