DUGAAN KONSFIRASI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA KORUPSI DANA HIBAH SUMSEL 2013

hibah APBD
Laporan Audit BPK RI tertanggal 10 Agustus 2015 dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK RI bulan Maret 2016 menjadi alat bukti dan sumber hukum mutlak pengungkapan perkara korupsi hibah bansos Sumsel.Foto ILUSTRASI/NET

TRANSFORMASINEWS.COM, PALEMBANG. Pengungkapan perkara dugaan korupsi dana hibah bansos Sumsel sudah berjalan hampir 2 (dua) tahun namun belum dapat menjerat motivator ataupun pelaku utama. Penyelidikan yang di mulai tanggal 14 Oktober 2014 sampai saat ini sepertinya ngalur ngidul tak tentu arah.

BPK RI menyusun Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHP) atas pengelolaan belanja daerah pada bulan Maret 2016 berdasarkan Pasal 18 UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Di dalam IHP Tahun 2015 yang merupakan ikhtisar dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dinyatakan terdapat Pemberian hibah tidak sesuai dengan ketentuan dan penganggarannya tidak melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD.

Disebutkan pula penyimpangan terhadap peraturan tentang belanja Pemberian hibah tidak sesuai dengan ketentuan dan penganggarannya tidak melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sebanyak 66 perkara dengan sebesar sebesar Rp 20,12 miliar.

Kemudian pemberian hibah kepada 66 organisasi dan perusahaan swasta yang tidak berhak serta tidak dilengkapi bukti pertanggungjawaban yang sah.

Selain itu menurut Auditor BPK RI bahwa Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Sosial dan Hibah TA 2011 s.d TA 2013 pada Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan di Palembang terdapat  Ketidak patuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan (PDTT) atas Pelaksanaan Belanja Daerah sebanyak 6 objek dengan nilai Rp. 20.427,630.000,00.

Dinyatakan pula oleh Auditor BPK RI bahwa Pemprov  Sumsel  tidak   Mempunyai  Standard  Operating  Procedure  (SOP) Pengelolaan Belanja Hibah berdasarkan peraturan dan perundangan atau  dengan kata lain penyaluran dana hibah Sumsel berdasarkan inisiatif pengambil kebijakan.

Namun semua bukti yang menyatakan adanya dugaan suatu tindak kejahatan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI disinyalir dikesampingkan oleh tim penyidik Kejaksaan Agung. Hal ini menimbulkan praduga adanya suatu kepentingan politis dan dugaan konsfirasi di dalam proses penyidikan hingga penetapan 2 (dua) orang tersangka.

Adanya dugaan pemutar balikan fakta dan dugaan konsfirasi terlihat ketika dinyatakan adanya kerugian negara  sebesar nominal Rp. 2,3 milyar  oleh tim penyidik Kejaksaan agung akibat perbuatan kedua orang tersangka. Dengan objek perkara perbuatan merugikan negara pada pemberian hibah melalui SKPD Kesbangpol dan Linmas sumsel.

Disisi lain ada pernyataan bahwa BPKP sedang menghitung kerugian negara untuk melengkapi berkas kedua tersangka yang akan di ajukan ke pengadilan tipikor atau kerugian negara masih di hitung oleh BPKP ???? timbul pertanyaan dari mana penyidik mendapatkan angka kerugian negara Rp 2,3 milyar

SEPERTI APAKAH SEBENARNYA PROSES DAN PENYELIDIKAN PENYIDIKAN YANG TELAH DILAKUKAN OLEH TIM KEJAKSAAN AGUNG ????.

Adanya dugaan pengarahan opini kepada kedua tersangka terlihat dari pernyaan Jampidsus “Kasus Bansos Sumsel habis lebaran limpah ke pengadilan,” kata Arminsyah di depan Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (30/6/2016).

Kemudian adanya upaya perlindungan terhadap seseorang yang di duga kuat pelaku utama / aktor utama terlihat dari pernyataan Jampidsus (30/06/2016), Terkait Alex, Kejaksaan telah memeriksanya sebanyak empat kali di Gedung Bundar Kejaksaan sebagai saksi.

Status itu tidak berubah hingga perkara ini akan dibawa ke pengadilan.”Alex Noerdin masih sebagai saksi,” dinyatakan Arminsyah.

Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI merupakan sumber hukum dan alat bukti adanya perbuatan merugikan negara termasuk bukti adanya penyalah gunaan wewenang. Laporan Audit BPK RI tertanggal 10 Agustus 2015 dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK RI bulan Maret 2016 menjadi alat bukti dan sumber hukum mutlak pengungkapan perkara korupsi hibah bansos Sumsel.

Didalam buku auditor negara tersebut tercantum dengan jelas siapa yang diduga pelaku dan modus operandi perbuatan melawan hukum seperti dugaan pelanggaran wewenang, memotong anggaran, perlakuan khusus dan pengadaan tanpa tender.

Namun bukti – bukti ini sepertinya di duga diabaikan oleh penyidik seperti bukti dugaan pelanggaran wewenang dengan  memutuskan pemberian hibah tidak berdasarkan peraturan dan perundangan (terduga pelaku pimpinan Sumsel).

Kemudian memotong dana hibah yang telah diberikan kepada penerima hibah oleh KaBiro Kesra Prov Sumsel (terduga pelaku “RC”), pengadaan barang dengan tidak melakukan tender pengadaan  di Biro Umum dan Perlengkapan Sumsel (terduga pelaku Kabiro Umum dan perlengkapan “RB” dan “AN” Ketua FK P3N).

Kemudian perlakuan khusus pemberian hibah yang diduga melanggar Permendagri N0. 32 / 2011 dan Permendagri No. 39 / 2012 pada Biro Humas / protokol dan dana hibah melaui Biro Humas / Protokol  yang belum dikembalikan sebesar. Rp. 17.731.946.381,00 (terduga pelaku Kabiro Humas dan Protokol “ICS”)

Dan penyaluran dana hibah melalui hibah Aspirasi DPRD Sumsel tanpa dasar hukum menurut Irjen Kemendagri melalui surat No. 700/02/itwil-IV/V/2013 tanggal 17 Mei 2013 yang isinya “penyaluran hibah aspirasi di tunda pencairannya karena belum ada dasar hukumnya”. Dana hibah aspirasi DPRD Sumsel harus di alihkan ke urusan wajib yang sesuai dengan RPMJ dan RKPD tahun berjalan dalam APBD – P  tahun 2013.

Ada baiknya Kejaksaan Agung melimpahkan kembali perkara dugaan korupsi penyaluran dana hibah bansos Sumsel 2013 ke KPK untuk menghindari intervensi politis dan nama baik institusi Kejaksaan dimasa mendatang.

Pengabaian alat bukti oleh penegak hukum merupakan tindakan yang tidak patut dan perbuatan melawan kodrat jati diri hamba hukum.

laporan: Tim-Redaksi

Sumber: Transformasi

Editor :Amrizal Ar

Posted by: Adm in Transformasinews.com

Leave a Reply

Your email address will not be published.