TRANSFORMASINEWS.COM, PAMEKASAN. JARUM jam menunjuk angka 11.30 WIB ketika sejumlah penyidik KPK menemui Bupati Pamekasan Achmad Syafii di pendopo kabupaten, kemarin.
Bupati 52 tahun itu baru tiba seusai menghadiri upacara penutupan program TNI Manunggal Membangun Desa di Desa Bukek, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan.
Sejenak raut wajah Syafii menegang. Namun, dia akhirnya menuruti permintaan penyidik KPK yang membawanya ke Polres Pamekasan.
Sebelum menangkap Syafii, di pagi harinya komisi antirasywah terlebih dulu menangkap Kajari Pamekasan Rudi Indra Prasetya, Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan Sutjipto Utomo, Kabag Administrasi Inspektorat Kabupaten Pamekasan Noer Solehhoddin, dan Kepala Desa Dassok Pamekasan Agus Mulyadi. Tim KPK menyita pula uang suap sebesar Rp.250 juta dalam pecahan Rp.100 ribu yang dibungkus kantong plastik.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, tadi malam, menyatakan operasi tangkap tangan di Pamekasan tersebut berawal dari laporan sebuah LSM yang melaporkan Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi ke Kejari Pamekasan terkait dengan dugaan korupsi dana desa sebesar Rp.100 juta.
“Nilai proyek yang diduga kekurangan volume itu Rp.100 juta. Tahu dirinya dilaporkan ke kejaksaan, Agus menghubungi pejabat di Pemkab Pamekasan untuk menyuap petinggi di kejaksaan agar kasusnya dihentikan. Agus pun menyiapkan dana Rp.250 juta,” kata Laode.
Setelah gelar perkara di Kantor Polda Jatim, kemarin, KPK akhirnya menetapkan Achmad Syafii, Sutjipto Utomo, Rudy Indra Prasetya, Noer Solehhoddin, dan Agus Mulyadi sebagai tersangka.
Laode mengaku lembaganya sangat mengkhawatirkan penyelewengan dana desa seperti di Pamekasan itu juga terjadi di desa-desa lain di Indonesia. “Oleh karena itu, kita harus selamatkan dana desa agar mencapai sasaran. Kami mengingatkan kepala desa untuk lebih bertanggung jawab mengelola dana desa.”
Ratusan laporan
Menurut Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan beberapa waktu lalu, hingga kini ada sekitar 300 laporan (penyelewengan dana desa) yang masuk ke komisi. “Belum lagi sekitar 600 laporan lain yang masuk ke Kementerian Desa.”
Pada tahun ini pemerintah menganggarkan dana desa dalam APBN sebesar Rp.81,1 triliun. Jumlah itu meningkat dari tahun lalu Rp.46,9 triliun atau empat kali lipat jika dibandingkan dengan di 2015 yang sebesar Rp.20,7 triliun.
Kasus di Pamekasan ini, lanjut Laode, menyangkut anggaran yang kecil. Akan tetapi, jika terjadi di ratusan desa lain, berpotensi menimbulkan kerugian yang tidak terhingga besarnya.
“KPK dari dulu tidak tertarik kasus seperti itu. Apakah ada hubungannya dengan proyek lain, itu menjadi pekerjaan rumah KPK,” ungkap Laode.
Kejaksaan Agung langsung berkoordinasi dengan KPK setelah penangkapan Kajari Pamekasan. Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku sangat memperhatikan kasus tersebut. “Ini menjadi perhatian kami. Kalaupun itu iya, jangan digeneralisasi. Itu hanya oknum.”
Direktur Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemendes, Taufik Madjid, mendukung penuh tindakan KPK menyelamatkan dana desa. “Kami akan mengklarifikasi apakah temuan itu dana desa atau alokasi dana desa. Ini perlu (ditindak) agar menjadi warning bagi daerah lain. Kasus ini menjadi catatan kami untuk mengantisipasi agar tidak merembet ke daerah lain.”
KOMISI Pemberantasan Korupsi sudah mengindentifikasi empat celah dana desa yang terjadi di Indonesia.
“Dalam konteks pencegahan terkait dana desa,” kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, di Gedung KPK Jakarta, Rabu (2/8) malam.
KPK sudah menyelesaikan kajian pengelolaan keuangan desa dan KPK pernah memberikan hasil kajian itu kepada pemerintah karena melihat celah dalam empat aspek, yaitu regulasi, tata laksana, pengawasan, serta kualitas dan integritas sumber daya manusia (SDM) yang mengurus dana desa.
Pada Rabu, KPK mengumumkan Bupati Pamekasan Achmad Syafii dan Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudy Indra Prasetya sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi suap terkait penanganan kasus indikasi penyalahgunaan dana desa Dassok yang ditangani Kejaksaan Negeri Pamekasan.
Nilai suap yang diduga diberikan kepada Rudy adalah sebesar Rp250 juta yang berasal dari Bupati Ahmad Syafii, Inspektur Pemerintah kabupaten Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi, dan Kabag Inspektur kabupaten Pameksan Noer Solehhoddin.
“Kenapa hal ini penting? Karena pada 2017 pemerintah mengalokasikan Rp.60 triliun yang disalurkan melalui kabupaten/kota. Pemkab Pamekasan bahkan mengelola Rp.720 juta per desa, bayangkan praktik yang sama terjadi di semua desa bisa saja uang yang dianggarkan yang Rp.60 triliun itu tidak mencapai sasarannya,” kata Laode.
Ia mengemukakan, KPK sudah menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk bekerja sama dengan Kementerian Desa agar laporan sistem pengelolaan dana desa lebih sederhana. Karena itu, BPKP membuat sistem laporan yang agak berbeda dengan sistem laporan APBN biasa.
“Kedua kami juga meminta ada sistem pelatihan yang baik khususnya pendamping dan kepala desa. Bahkan saya hadir saat pelatihan itu dan berkampanye keliling Yogyakarta agar dana desa harus tepat sasaran karena itu lah yang juga diminta presiden agar dana desa tepat sasaran dan membangun kesejahteraan masyarakat,” kata Laode.
KPK tetap melakukan pendampingan ke beberapa kementerian terkait dana desa ini.
“Karena anggaran dana desa berasal dari kementerian desa tapi pelaporan dan manajemen dilakukan bupati dan bupati bertanggung jawab kepada Mendagri,” katanya.
“KPK sangat menaruh harapan memang kalau kita lihat satu desa mendapat Rp1 miliar dan kelihatannya tahun 2018 akan lebih besar lagi, bahkan kami dengar akan dilipatgandakan. Karena itu sistem pengawasan dan pengelolaan harus betul-betul diperhatikan,” pungkas Laode.
Sumber: Mediaindonesia.com (MG/Ant/X-3/OL-2)
Posted by: Admin Transformasinews.com