Pungutan Liar Cengkeram LP

Beberapa narapidana beraktivitas di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas IIA, Aceh—ANTARA/Rahmad

TRANSFORMASINEWS.COM, JAKARTA. KASUS kaburnya lebih dari 400 narapidana dari Rutan Kelas II B Sialang Bungkuk Pekanbaru, Riau, menguak fakta pungutan liar (pungli) masih saja terjadi di lembaga pemasyarakatan (LP).

Padahal, sejak enam bulan lalu, pemerintah telah membentuk Satgas Sapu Bersih (Saber) Pungli untuk membasmi kanker layanan publik tersebut.

Komisioner Ombudsman RI Dadan Suparjo Suharmawijaya mengatakan pihaknya telah memeriksa Rutan Sialang Bungkuk. Secara umum, Ombudsman menyimpulkan kaburnya ratusan tahanan dan narapidana tersebut disebabkan kelebihan penghuni serta dugaan adanya pungutan liar.

Praktik pungutan liar meliputi kebutuhan tahanan yang dibanderol dengan tarif tertentu, dari biaya pindah sel, pindah blok, keleluasaan menggunakan air, kebebasan menghirup udara di luar blok, hingga kebebasan dijenguk keluarga dan kerabat.

“Sebagai pengawas eksternal, kami menunggu hasil investigasi yang dilakukan Inspektorat Kemenkum dan HAM. Kami akan crosscheck hasil dan kesimpulannya nanti seperti apa,” tutur Dadan, pekan lalu.

Komisioner Ombudsman Ninik Rahayu menyebut Ombudsman juga banyak menerima pengaduan soal pelayanan hak narapidana yang tidak pasti. Menurut Ninik, hal itu biasa terjadi pada pemberian remisi atau waktu keluar narapidana. Narapidana yang telah merampungkan masa tahanan mesti menunggu beberapa waktu lagi untuk keluar dari LP. “Sering terjadi narapidana overstay karena permasalahan administrasi,” kata Ninik.

Pihak Ombudsman pun, lanjut Ninik, masih menerima laporan soal penggunaan alat komunikasi oleh narapidana di dalam LP. Salah satunya di LP Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Dalam catatan Ombudsman, selama 2016 pengaduan publik soal LP menurun hingga 22 laporan saja. Jumlah itu lebih sedikit ketimbang pengaduan yang masuk pada 2015 yakni 31 laporan.

Namun, Ninik menegaskan jumlah pengaduan yang berkurang tidak lantas membuat pelayanan LP menjadi baik bagi para narapidana. Saat Ombudsman mendatangi satu LP untuk menggelar penerimaan aduan di tempat, setidaknya dalam satu hari terhitung ada 100 laporan nonformal.

Libatkan swasta
Kementerian Hukum dan HAM belum mampu berbuat banyak dalam mengatasi masalah LP yang kelebihan peng-huni. Demikian pula praktik pungli yang menyertai.

Ada gagasan untuk menyerahkan pengelolaan lembaga pemasyarakatan (LP) kepada swasta. Akademisi yang juga pengajar di Politeknik Ilmu Pemasyarakatan, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemenkum danHAM, Akbar Hadi, mencontohkan di Amerika Serikat.

Swasta mengarahkan warga binaan menjadi tenaga kerja untuk kebutuhan industri. “Jadi, mereka memiliki keahlian sendiri ketika sudah keluar,” ujar Akbar.

Untuk Indonesia, kata Akbar, bisa menggunakan konsep yang sama, tetapi dengan pembagian administrasi pemidanaan dan administrasi manajerial. Administrasi manajerial bisa dikelola swasta yang membidangi pengembangan keterampilan warga binaan.

“Jadi tergantung bagaimana Indonesia mau menggunakan konsep mana. Ini masih bisa didiskusikan,” tandas Akbar.

Sumber:Mediaindonesia.com(Put/P-1)

Posted by: Admin Transformasinews.com