TRANSFORMASINEWS, MUARAENIM — Sebanyak 36 pemilik lahan warga Desa Tanjung Terang, Kecamatan Gunung Megang, Muaraenim, resah dengan aktifitas PT KAI menggusur lahan warga tanpa ganti rugi. Dalam hal ini KAI mulai menggunakan oknum TNI untuk menekan warga, Kamis (18/12).
“Keresahan ini mulai terasa sejak tujuh bulan lalu. Saat warga hendak melakukan protes, PT KAI langsung stop membangun. Namun sekarang kembali dilanjutkan tetapi PT KAI menggandeng oknum TNI untuk melakukan intimidasi kepada warga,” ujar Ketua LSM Menang Caye Ashadi Cahyadi kepada insan pers.
Menurut Ashadi, pembangunan proyek Double Track PT Kereta Api Indonesia ( KAI) Divisi Regional III Sumatera Selatan, di wilayah desa Tanjung Terang, Kecamatan Gunung Megang, Muaraenim hingga kini masih terkendala pembebasan lahan warga. upaya untuk percepatan pembangunan double track tersebut, PT KAI Divre III Sumsel diduga telah menggunakan oknum aparat TNI untuk melakukan penekanan terhadap warga yang mengklaim mempunyai tanah yang diserobot PT KAI.
Dari hasil pendataan, sedikitnya ada 36 pemilik lahan di desa Tanjung Terang yang diduga diserobot PT KAI.
“Ini adalah masa pengurusan lahan yang kedua kalinya sehingga masyarakat pemilik lahan mempercayakan kepada kami untuk mencoba berbuat dan bersikap atas perlakuan PT KAI yang dinilai sudah semena mena dan melanggar Hak Azazi Manusia (HAM),” tukas Ashadi.
Dari data dokumentasi yang ada, sambung Ashadi, sebagai langkah awal pihaknya telah melaporkan perlakuan PT KAI Divre III Sumsel ini melalui surat Ke Presiden RI, Komnas HAM, Gubernur Sumsel, Bupati Muaraenim dan seluruh Instansi yang terkait serta berwenang. Kemudian, ia meminta PT KAI segera merelisasikan tuntutan warga. Apabila belum ada respon atau niat baik dari PT KAI hingga tanggal 24 – 26 Desember ini, maka seluruh masyarakat desa Tanjung Terang akan melakukan penyetopan dengan cara turun kelapangan tegasnya.
Hal senada dikatakan oleh Saironi (40) warga Desa Tanjung Muning, salah seorang pemilik lahan yang mengaku telah diserobot oleh PT KAI, membenarkan bahwa PT KAI telah menggunakan oknum TNI untuk melakukan intimidasi serta alat berat dalam melakukan penggusuran di Desa Tanjung Terang.
Lahan miliknya yang tergusur adalah seluas enam ribu meter persegi, dan hingga sampai saat ini dirinya belum mendapat ganti rugi lahan tersebut bersama 35 pemilik lahan lainnya yang diperkirakan sekitar 10 hektar.
“Sejak 2013 pekerjaan Tthapan pembangunan Double Track ini PT KAI ditangani oleh PT PP namun setelah itu diambil alih oleh PT KAI dan sejak itulah persoalan ganti rugi lahan masyarakat mulai mengalami kendala. Dan anehnya hanya di Desa Tanjung Terang persoalan pembebasan lahannya yang belum selesai.
Untuk itu, ia berharap kedepan agar PT KAI Divre III Sumsel dapat mengatasi persoalan ini dengan cara membayar ganti rugi tersebut. Dan kepada pihak terkait, untuk bisa memediasi menyelesaikan persoalan ini, jangan sampai jika sudah ada jatuh korban baru pihak terkait turun membantu.
Sejauh ini, pihaknya belum tahu maksud dan tujuan PT KAI Divre III Sumsel melibatkan beberapa oknum TNI dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat setempat.
“Kami ini rakyat kecil, yang juga ingin mendapatkan rasa aman, nyaman dan keadilan,” pungkas Saironi.
Sumber: SRIPOKU.COM