MEMBUKA TABIR POTENSI DUGAAN MEGA KORUPSI PENJUALAN GAS PDPDE SUMSEL 2010 – 2018

 Dok. Foto: wartaekonomi.co.id

TRANSFORMAINEWS.COM, PALEMBANG. Berawal dari surat pemberitahuan Gubernur Sumatera Selatan “Alex Noerdin” kepada Kepala BPMIGAS tanggal 13 Oktober 2009 No. 541/3055/Distamben/2009 perihal alokasi Gas sebesar 15 MMSCFD untuk rencana kebutuhan suplay listrik rencana kawasan industry Tanjung Api – Api, dari blok Jambi Merang PHE Talisman.

Surat tersebut memberitahukan bahwa pada tanggal 3 Oktober 2009 dilakukan pertemuan dengan PHE Jambi Merang mengenai suplay gas sebesar 15 MMSCFD dan kemudian pada tanggal 9 Oktober 2009 telah dilakukan pula pertemuan dengan BPMIGAS dimana di sepakati adanya alokasi gas dari lapangan Jambi Merang sebesar 15 MMSCFD kepada Pemprov Sumsel.

Kesepakatan Pemprov Sumsel dan BPMIGAS di tindak lanjuti Direktur Utama PD Pertambangan dan Energi Sumatera Selatan Caca Isa Saleh dengan mengirim surat ke Gubernur Sumatera Selatan No. 360/PDPDE/SS/XII/2009 tanggal 11 Desember 2009 perihal permohonan izin prinsip Joint Venture antara PDPDE dengan PT Dika Karya Lintas Nusa untuk pemamfaatan gas Bumi dari JOB Pertamin – HES Jambi Merang.

Gubernur Sumatera Selatan menyetujui dengan memberikan izin prinsip melaui surat Nomor 503/3760/IV/2009 tanggal 16 Desember 2009.

Joint Venture berbentuk perusahaan patungan dimana PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN) mendapat saham 85% dan PDPDE Sumsel mendapat saham 15%.

Kesepakatan Joint Venture menyatakan fihak pertama yaitu PDPDE Sumsel menjadi pemimpin dan bertanggung jawab terhadap perolehan gas dari JOB Pertamina – Hes Jambi Merang sedangkan fihak kedua dalam hal ini PT DKLN bertanggung jawab terhadap pemasaran dan pembiayaan terhadap perjanjian ini sampai gas dapat di jual.

Sejatinya PDPDE Sumsel mendapat saham minimal 51% karena modal yang di setor adalah hak penjualan gas sebesar 15 MMSCFD dan PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN) mendapat saham maksimal 49% dengan modal setor seluruh biaya pelaksanaan sampai gas dapat di jual.

PDPDE Gas kemudian didirikan berdasarkan akta notaris No.10 tanggal 21 Desember 2009 dari Notaris Syarifudin SH, Notaris di Tangerang.

Susunan pengurus PDPDE Gas sampai tanggal 30 Juni 2012 adalah Komisaris Utama : Muddai Madang kemudian Komisaris : H. Nono Suratno selanjutnya Direktur Utama : Caca Isa Saleh Sadikin dan Direktur : Ahmad Yaniarsah Hasan.

Berdasarkan kesepakatan PDPDE Gas hanya mencari pemasaran sementara transaksi dan perjanjian lainnya dengan fihak ketiga tanggung jawab PDPDE Sumsel yaitu “menjadi pemimpin perjanjian dan bertindak menjadi leader dalam setiap kegiatan konsorsium”.

Namun Komisaris dan Direksi PDPDE Gas meminta kesepakatan ulang dengan PDPDE Sumsel agar di beri peran yang lebih besar.

Hal ini tertuang di dalam perjanjian PDPDE Sumsel dan PDPDE Gas dimana PDPDE Gas menjadi broker (Pembeli/Makelar) dan PDPDE Sumsel menjadi penjual, Perjanjian jual beli gas antara PDPDE Sumsel dan PT PDPDE Gas seolah membatalkan semua klausal Joint Venture antara PDPDE Sumsel dengan PT DKLN yang di komandoi Mudai Madang.

PT DKLN tidak lagi bertanggung jawab terhadap pemasaran dan pembiayaan terhadap perjanjian Joint Venture sementara transaksi dan perjanjian lainnya dengan fihak ketiga yang menjadi tanggung jawab PDPDE Sumsel yaitu “menjadi pemimpin perjanjian dan bertindak menjadi leader dalam setiap kegiatan konsorsium” dihapus dalam perjanjian jual beli gas PDPDE Sumsel dan PDPDE Gas.

PT PDPDE Gas membeli gas dari PDPDE Sumsel senilai $ 5,5 per MMBTU sementara Kontrak penjualan antara PT PDPDE Gas dengan PT Lontar Papyrus Pulp dan Paper Industri senilai $ 7,5 per MMBTU dengan volume kontrak sebesar 10 BBTUD sejak 11 Nopember 2011.

Sepandai tumpai melompat pasti ada jatuhnya, seperti itulah perjanjian PDPDE Sumsel dan PDPDE Gas dimana terdapat pokok pokok perjanjian yang di abaikan dalam perjanjian jual beli gas antara PDPDE Gas dan PDPDE Sumsel.

Tidak ada transaksi pembayaran setiap bulan oleh pembeli ke rekening PDPDE Sumsel berdasarkan jumlah minimum pembelian berdasarkan ketentuan perjanjian dimana pembeli dalam hal ini PT PDPDE Gas harus menerbitkan Standby Letter Of Credit (SLBC) sebagai jaminan yang tidak dapat di cabut kembali kepada PDPDE Sumsel dan tidak bersyarat dengan mata uang dollar Amerika dengan jumlah setara 90 hari atau untuk 3 bulan di kalikan harga kontrak yang berlaku.

Bila mana pembeli dalam hal ini PDPDE Gas gagal menyediakan SLBC maka penjual dalam hal ini PDPDE Sumsel berhak membatalkan kontrak jual beli gas dan mencairkan SLBC sesuai kewajiban pembeli atau PDPDE Gas.

Pembeli dalam hal ini PDPDE Gas harus memberikan jaminan pelaksanaan sebesar $ 250.000 yang diserahkan setelah 30 hari penandatanganan kontrak antara PDPDE Sumsel dan PDPDE Gas namun kesepakatan ini disinyalir di abaikan.

Pembeli dalam hal ini PDPDE Gas harus memenuhi kontrak minimum pembelian gas pada tahun pertama sebesar 85% dari total Jumlah Kontrak Harian (JKH) sebesar 12,75 MMSCFD dan membayar Jumlah Pembelian Minimum tersebut setiap bulannya kepada PDPDE Sumsel.

Berdasarkan kesepakatan ini PDPDE Gas harus membayar finalty sebesar (12,75 – 10) X 30 x 12 X 1.040 X $ 5,5 X 9,500 = Rp. 53.796.600.000,- pada tahun pertama kepada PDPDE Sumsel sesuai kontrak perjanjian jual beli.

Kemudian Pembeli dalam hal ini PDPDE Gas harus memenuhi kontrak minimum pembelian gas pada tahun kedua sebesar 90% dari total Jumlah Kontrak Harian (JKH) sebesar 13,50 MMSCFD dan membayar Jumlah Pembelian Minimum tersebut setiap bulannya kepada PDPDE Sumsel.

Kemudian untuk tahun kedua PDPDE Gas harus membayar finalty sebesar (13,50 – 10) X 30 x 12 X 1.040 X $ 5,5 X 9.500 = Rp. 68.486.400.000,- kepada PDPDE Sumsel karena tidak mampu memenuhi kuota pembelian sebesar 90% dari kontrak jual gas sebesar 15 MMSCFD.

Pada tahun kedua seharusnya telah di lakukan amandement perjanjian untuk memenuhi kuota perjanjian jual beli sebesar 15 MMSCFD atau 15 juta kaki kubic per hari antara PDPDE Sumsel dan PT PDPDE Gas atau mengakhiri perjanjian tersebut namun amandement perjanjian di buat pada tahun keempat setelah kontrak dengan PLTG Purwodadi di tanda tangani oleh PDPDE Gas dan PT PLN.

Disinyalir untuk menghindari kerugian akibat wanprestasi perjanjian PDPDE Gas dengan PDPDE Sumsel maka pada tanggal 8 Oktober 2012, PT DKLN menjual saham PDPDE GAS ke PT Rukun Raharja (RAJA) melalui perjanjian penjualan saham ke PT Panji Raya Alamindo (PRA) anak perusahaan RAJA.

Direksi RAJA melalui PRA setuju mengakuisisi 51% saham PT PDPDE GAS senilai Rp. 18.610.000.000,- dan $ 8.000.000,- di karenakan Perjanjian Jual Beli Gas (“PJBG”) dengan PT Lontar Papyrus Pulp and Paper sampai dengan bulan Juni tahun 2012 senilai Rp117.088.587.809,- dan berlaku sampai dengan tahun 2030.

Selisih harga $ 2 per BBTUD pada tahun 2012 yang di dapat oleh PDPDE Gas dari penjualan ke PT Lontar Papyrus Pulp dan Paper maka pendapatan kotor PDPDE Gas sebesar : 10 X 30 X 12 X $ 2 X 1.040 X Rp. 9.500 = Rp. 71.136.000.000 pada tahunn 2012.

Sementara PDPDE Sumsel hanya mendapat toll fee sebesar 10 X 30 X 12 X $ 0,07 X 1.040 X Rp. 9.500 = Rp. 2.489.760.000,- pada tahun 2012 karena perjanjian penjualan gas ke PDPDE Gas membatalkan Joint Venture PT DKLN dengan PDPDE Sumsel.

Kemudian PDPDE Sumsel hanya mendapat deviden saham yang di tentukan oleh RUPS PT PDPDE Gas sementara keuntungan jual beli gas menjadi hak sepenuhnya dari PDPDE Gas. Hitungan hitungan kasar potensi kerugian PAD Sumsel dari hasil bagi jual beli gas Blok Jambi Merang berdasarkan asumsi normal untuk 2012/2014 sebesar 3 X 60% X 71.136.000.000,- atau senilai Rp. 128.044.800.000,-

sementara untuk tahun 2015 sampai dengan 2018 dengan asumsi selisih harga fixed sebesar 15 X 30 X 12 X $ 2 X 1.040 X Rp. 12.500 X 60% X 4 sebesar Rp. 336.960.000.000,-

Total potensi kerugian daerah Sumsel dari penjualan Gas Blok Jambi Merang 2015/2018 mencapai : Rp. 53.796.600.000,- + Rp. 68.486.400.000,- + Rp. 128.044.800.000,- + Rp. 336.960.000.000,- atau setara ???.

Berdasarkan sumber informasi yang layak dipercaya  yang tidak ingin diinisailkan, seharuasnya Badan pengaslah yang sangat berperan terhadap masalah ini  diharapkan kedepannya badan pengawas harus lebih ketat lagi  agar tidak terkesan terjadi pembiaran oleh badan pengawas yang berpotensi  mengakibatkan kerugian terhadap pendapatan  masyarakat sumsel ratusan miliar rupiah.

Penulis: Tim Redaksi Transformasinews

Posted by: Admin Transformasinews.com