MAKI Sumsel Soroti Akreditasi Rumah Sakit Paru Khusus Sumsel

TRANSFORMASINEWS.COM, PALEMBANG

Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera selatan terletak di tengah kota Palembang. Pada tahun 2019 patut diancungkan jempol dari keberhasilannya dalam menerima bintang akretisasi utama (Bintang 4) dari Kemenkes RI.

Penghargaan tersebut, langsung diserahkan oleh Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru pada tanggal 4 Juli 2019 yang lalu.

Mengamati dari keberhasilan suatu rumah sakit sebenarnya terlihat bukan hanya dari rencana strategis (renstra) yang dimiliki, melainkan juga dari implementasi rencana strategis. Dalam menerapkan renstra, dibutuhkan komitmen dari berbagai pihak yang telah merancangnya. Renstra membantu rumah sakit dalam memfokuskan diri untuk menghadapi masalah yang sedang dihadapi dengan berbagai rancangan aksi yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu.

Penerapan renstra perlu dilaksanakan sesegera mungkin setelah dibuat dan melibatkan berbagai stakeholders dalam organisasi tersebut. Cemerlangnya pamor rumah sakit khusus paru Sumatera Selatan ini di mata Gubernur.

Drg. Defiardi, MARS baru berapa bulan menjadi orang tertinggi di rumah sakit ini sudah menerima penghargaan kehormatan dalam pengelolaan rumah sakit, rupanya tidak sesuai dengan nyatanya. Beda dari pengurusan yang sebelumnya sebelum beliau memimpin, seperti dalam SDM dan manajemen kerja.

Namun, sayang saat dikonfirmasi wartawan, petinggi rumah sakit itu tidak memberikan komentarnya.

Adapun yang dikonfirmasi, terkait adanya pemutusan kontrak kerja dengan pihak BPJS kesehatan, terkaitan dengan kegiatan pelayanan Rontgen (Radiologi), dan terkait SDM yaitu keberadaan para tenaga medis di rumah sakit ini yang sekarang baru mendapatkan standar akreditasi Kemenkes RI.

Terkait dugaan menurunnya SDM dan manajemen di rumah sakit khusus paru ini menjadi suatu pertanyaan besar publik, karena sangat mustahil prestasi orang tertinggi di rumah sakit ini, baru beberapa bulan menjabat selaku kepala rumah sakit, sudah mendapatkan prestasi rumah sakit bintang akreditasi utama (Bintang 4) dari Kemenkes RI.

Deputy MAKI Sumbagsel, Ir Feri Kuniawan mengatakan, merosot dalam pengelolaan tidak sesuai dengan gelar yang disandang, seolah-olah prestasi yang didapat terkesan dipaksakan.

“Diamnya kepala rumah sakit khusus paru ini, disinyalir alergi dengan para insan jurnalis dan aktivis. Mengapa demikian? ini bukan rumah sakit pribadi atau golongan tertentu. Kontrol sosial itu perlu untuk dilakukan demi kemajuan asset pemerintah. Karena adanya semua ini dari uang rakyat juga, mereka mereka di sini diberi kepercayaan oleh rakyat melalui gubernur,” kata Feri pada wartawan, Jum’at (18/12).

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan saat di konfimasi wartawan via WhatsApp, menugaskan sekretaris dinas untuk menjawab pertanyaan yang seperti awak media ajukan ke kepala rumah sakit khusus paru Sumatera Selatan.

menyikapi masalah ini, Dokter Trisnawarman yang betul tahu riwayat rumah sakit ini terlihat sangat prihatin dengan merosotnya pengelolaan rumah sakit tersebut.

Menurutnya, era beliau masih di sana pernah mencapai 6 miliar lebih capaian pendapatan pertahun.

“Kami selaku dinas kesehatan bukan tidak perhatian dengan rumah sakit khusus paru ini, segala sesuatunya sudah pihak dinas siapkan apa yang menjadi kebutuhan di rumah sakit tersebut. Tapi dari pihak rumah sakit tersebut tidak pernah mengajukan apa manjadi kebutuhan mereka, seperti tenaga SDM,” ujarnya.

Terkait adanya pemutusan kontrak kerja dengan BJPS, Dokter Tris menyampaikan untuk pemutusan itu hanya kepada pelayanan poliklinik saja, tapi hak ikhwal adanya pemutusan tidak diterangkannya.

Dia mengakui adanya pemutusan ini sangat berpengaruh dalam pendapatan, salah satunya BLUD.

“Mestinya dengan adanya prestasi ini pimpinan tertinggi siap pasang badan untuk memajukan segala hal dari pengelolaan rumah sakit khusus paru yang satu-satunya ada di provinsi Sumatera selatan ini,” ujar Ir Feri Kurniawan, Deputy MAKI Sumbagsel melanjutkan komentarnya seraya menilai penghargaan akreditasi Bintang 4 yang diberikan terkesan dipaksakan.

Hal yang juga urgent MAKI pertanyakan dalam masa pandemi ketika kasus Covid-19 meningkat, mengapa RS Khusus Paru tidak dilibatkan Penanggung jawab Covid-19 di lingkungan Dinas kesehatan Provinsi Sumatera selatan.

“Coba kita lihat dan bandingkan dengan rumah sakit khusus paru Jatisari kerawang, mereka tahu peranan besar rumah sakit paru dalam pendemi Covid-19,” banding Feri.

Lanjut Feri, virus Covid-19 merupakan salah satu penyakit yang penindakan dan penatalaksaannya berkaitan erat fungsi pernafasan yang biasa lebih dikuasai oleh dokter spesialis paru.

Selain itu, dengan menyandang bintang Akreditasi utama (Bintang 4) dari Kemenkes RI tidak masuk akal telah memutuskan kerja sama dalam tahun 2020 dengan BPJS kesehatan dengan alasan keterbatasan SDM RS Khusus Paru tersebut.

“Padahal tahun 2018 rumah sakit ini telah menangani rawat inap untuk pasien BJPS sebanyak 247 orang, Jamsoskes 22 orang dan umum sebesar 67 orang,” paparnya.

Dengan merosotnya SDM dan manajemen RS Khusus Paru ini yang berstatus BLUD (swakelola) dan merupakan asset pendapatan daerah Provinsi Sumsel ini menuai pertanyaan besar, di antaranya

– Apakah jumlah kunjungan (Rawat jalan/inap) dapat menuhi target dari Provinsi sumatera selatan.

– Diketahui pada kepimpinan Drg. Defiardi, MARS BPJS telah memutuskan hubungan kerja dengan RS Paru, patut dipertanyakan terkait pemutusan tersebut.

– Patut dipertanyakan alokasi anggaran APBD Provinsi Sumatera selatan, alokasi pusat yang diterima RS Paru apakah sudah tepat guna dan tepat sasaran, serta pertanggung awaban keuangannya.

– Patut diduga adanya pembiaran atau kongkalikong oleh BPRS (Badan Pengawas Rumah Sakit ) Prov.Sumsel mengapa hal ini dibiarkan terjadi.

– Adanya indikasi atau dugaan tentang laporan fiktif tentang manajemen RS. Paru.

“Sudah itu hasil peninjauan lapangan petugas RS Paru pada unit palayanan tidak memakai APD (Alat Pelindung diri) seperti baju HASMAZ sebagai mana yang telah ditetapkan dalam SOP pemerintah pusat,” akhir Feri.

Sebelumnya, Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru (HD) telah menyampaikan bahwa dalam mengawasi roda pelayanan rumah sakit, bukan hanya peralatan, manajemen, tapi juga tentang sikap.

“Ada tiga pokok, peralatan, sikap dan manajemen,”ujar HD.

Cepat atau lambatnya respon, penanganan dari petugas medis agar diperhatikan.

“Jangan dijadikan alasan untuk pasien bakal komplain di medsos, begitu mereka gak suka, langsung buka di medsos, yang kena kita semua” tegas HD saat di Podium Pelantikan Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Provinsi Sumatera Selatan Periode 2019-2022 dan Penyerahan Sertifikat Akreditasi RS Umum Daerah Siti Fatimah dan RS Khusus Paru beserta Halal Bihalal, Bapelkes Sumsel, (4/7/2019). (Boni).

About Admin Transformasinews

"Orang yang mengerti itu mudah untuk memaafkan"

View all posts by Admin Transformasinews →