opini jalanan
TRANSFORMASINEWS.COM, PALEMBANG. Terkait pernyataan Gubernur Sumsel H Alex Noerdin beberapa waktu yang lalu meminta Badan Pengawas Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Sumsel segera mengaudit penggunaan dana hibah sebesar Rp 1,4 triliun yang selama ini disebutkan dipakai untuk kampanye sepertinya sudah terjawab semua oleh BPK RI.
Audit ini sangat penting untuk memastikan dan membuka kepada masyarakat bahwa tuduhan yang sudah beredar selama ini tidak terbukti. Gubernur mengatakan, dari sisi pemerintah penggunaan anggaran tidak bisa serta merta dikeluarkan tanpa melalui prosedur dan ketentuan yang berlaku. Lagi pula, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumsel pun sudah menjelaskan secara rinci mekanisme atau proses peruntukan dana yang dimaksud.
Terkait perihal penganggaran Belanja Hibah Dinyatakan oleh auditor utama BPK RI bahwa Gubernur Sumatera Selatan, DPRD Sumatera Selatan, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Sumsel dan Kepala BPKAD Sumsel tidak mentaati hasil evaluasi Mendagri mengenai Ranperda APBD Sumsel tahun 2013 dan Ranpergub tentang Penjabaran APBD Sumsel 2013.
Selanjutnya Gubernur Sumatera Selatan dan DPRD Sumatera Selatan menyetujui dan mengesahkan APBDSumsel 2013. Hal ini bertentangan / tidak sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah Pasal 47 ayat (1)Rancangan peraturan daerah provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh gubernur paling lambat 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.
a.Pasal 47 ayat (5)Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
b.Pasal 47 ayat (6) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD, dan gubernur tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan peraturan daerah dan peraturan gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.
Pada acara penandatanganan nota kesepakatan bersama antara Gubernur Sumsel dan pimpinan DPRD Sumsel pada tanggal 12 Nopember 2012 tentang Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Provinsi Sumsel tahun anggaran 2013, belanja hibah sebesar Rp. 1.379.878.759.000.00.
Namun terdapat dua Nota kesepakatan tertanggal 12 Nopember tahun 2012 yang di buat oleh Kepala BPKAD dan Bapeda Sumsel yaitu nomor : 051.A/SPK/BAPPEDA/2012 dan Nomor 106 tahun 2012 tentang Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumatera Selatan sebesar nominal Rp. 1.379.878.759.000.00. dan nomor 051.B/SPK/BAPPEDA/2012 dan Nomor 107 tahun 2012 sebesar nominal Rp. 1.500.467.959.000.00.
Pada pembicaraan tingkat pertama rapat paripurna XXXIV tanggal 19 Nopember 2012 Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menganggarkan belanja hibah sebesar Rp. 1.379.878.759.000.00 di dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang APBD Provinsi Sumatera Selatan tahun anggaran 2013, Gubernur Sumatera Selatan yang menyatakan jumlah belanja hibah sebesar Rp. 1.379.878.759.000.00.
Atas Ranperda tersebut Komisi III melakukan penelitian dan pembahasan. Dalam laporan penelitian dan pembahasan nota keuangan dan Ranperda tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Provinsi Sumatera Selatan 2013 tertanggal 6 Desember 2012 Bidang tugas Komisi III besaran belanja hibah di tetapkan sebesar nominal Rp. 1.379.878.759.000.00.
Namun Kepala BPKAD memerintahkan staff BPKAD “Antoni” merubah Anggaran belanja hibah di dalam Ranperda dan Ranpergub sebesar Rp. 1.500.467.959.000.00 sejalan Nota kesepakatan KUA PPAS nomor 051.B/SPK/BAPPEDA/2012 dan No 107 tahun 2012 sebesar Rp. 1.500.467.959.000.00.
Dengan alasan untuk mengakomodir penempatan usulan anggaran tambahan dana reses dapil DPRD Sumsel atas usulan para anggota DPRD Sumsel Sebelumnya pada rapat pembahasan Tim Urusan Rumah Tangga (TURT) DPRD Provinsi Sumatera Selatan tanggal 25 September 2012 yang di pimpin “Achmad Djauhari” yang di hadiri antara lain oleh anggota Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) DPRD Sumsel.
Pimpinan DPRD Sumsel dan Sekretaris DPRD Sumsel beserta staff menyepakati untuk perubahan anggaran reses dapil DPRD Sumsel dari besaran awal Rp. 2.500.000.000.00 menjadi Rp. 5.000.000.000.00 per anggota DPRD.
Kesimpulan hasil rapat ini akan di sampaikan kepada Pemprov Sumsel melalui ketua Tim Anggran Pemerintah daerah (TAPD) Sumsel “Yusri” dengan surat tertanggal 02 Oktober 2012 nomor : 005/01704/DPRD/2012 yang intinya meminta Pemprov Sumsel mengakomodir penambahan dana reses dapil DPRD Sumsel 2013.
Kemudian Pimpinan DPRD Sumsel juga menyampaikan secara lisan kepada Sekda “Yusri”, Kepala Bappeda “Yohanes” dan Kepala BPKAD “Tobing” agar memberikan penambahan dana reses dapil khusus unsur pimpinan sebesar Rp. 1.000.000.000.00,- yang terdiri dari satu orang ketua dan tiga wakil ketua sehingga anggaran reses dapil bagi 75 anggota DPRD Sumsel sebesar Rp. 379.000.000.000.00.
Selanjutnya bertempat di gedung DPRD, Achmad Djauhari menyampaikan kesepakatan perubahan dana reses dapil kepada Sekertaris Daerah Sumsel “Yusri” selaku ketua TAPD yang di hadiri Ketua DPRD Sumsel “Bambang Wasista, Iqbal Romzi, Gantada serta para ketua fraksi. “Yusri” menyatakan akan menyampaikanya kepada Gubernur Sumatera Selatan dan atas perubahan dana reses dapil tersebut. “Yusri” meminta Kepala BPKAD mempelajari dan menyampaikannya kepada Gubernur Sumatera Selatan.
Sekda Prov Sumsel, Kepala BPKAD dan Kepala Bapeda menyampaikan adanya permintaan kenaikan tersebut kepada Gubernur Sumsel. Gubernur menginstruksikan untuk melakukan evaluasi apakah anggaran mencukupi.
Guna penganggaran dana reses tersebut setiap anggota DPRD menyampaikan daftar rincian penggunaan dana reses dapil baik untuk belanja hibah dan membiayai program maupun kegiatan / program bantuan keuangan beserta besarannya yang akan di alokasikan.
Namun hanya sebesar Rp. 111.366.200.000.00 rincian penggunaan dana reses dapil DPRD yang di serahkan masing – masing anggota DPRD Sumsel kepada BPKAD. Karena saat penyampaian daftar rincian tersebut tidak semua anggota DPRD melampirkan proposal kegiatan yang akan di biayai dengan belanja hibah, ada yang akan menyampaikannya pada tahun 2013.
Namun demikian mengingat Perda dan Pergub tentang APBD Sumsel 2013 harus segera di terbitkan maka Perda dan Pergub di terbitkan tanpa di sertai proposal permohonan hibah.
Menurut staff kantor BPKAD “Antoni”, Kepala BPKAD membuat RKA tidak secara rinci untuk belanja hibah di karenakan keterlambatan penyampaian usulan calon penerima hibah yang berasal dari anggota DPRD Sumsel.
Pemprov Sumsel dan DPRD Sumsel selanjutnya menyetujui Ranperda Provinsi Sumatera Selatan tentang APBD Provinsi Sumatera Selatan tahun Anggaran 2013 yang di dalamnya mencantumkn anggaran belanja hibah Rp. 1.500.467.959.000.00.
Sebagaimana plafon anggaran hibah dalam nota kesepakatan KUA/PPAS tertanggal 12 Nopember 2012 051.B/SPK/BAPPEDA/2012 dan Nomor 107 tahun 2012 sebesar nominal Rp. 1.500.467.959.000.00. (KUA/PPAS duplikasi).
Rapenda APBD hasil persetujuan Pemprov Sumsel dan DPRD Sumsel tersebut Berikut Rancangan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan (Ranpengub) tentang penjabaran APBD Sumsel tahun 2013 di sampaikan ke Kementerian Dalam Negeri untuk di evaluasi.
Evaluasi Kemendagri terkait belanja hibah sejalan dengan Permendagri No. 32 tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber dari APBD.
Hasil evaluasi Mendagri tertanggal 28 Desember 2012 nomor : 903-928 menyatakan bahwa :
- Penyediaan anggaran untuk belanja hibah Rp. 1.500.467.959.000.00 diluar belanja hibah dana BOS Rp. 814.067.820.000.00 dan belanja hibah kepada KPUD Provinsi Sumatera Selatan Rp. 280.000.000.000.00 harus di tinjau kembali penganggarannya karena belum melampirkan usulan tertulis dan pertimbangan TAPD disertai dengan nama dan alamat penerima hibah serta besaran hibah berdasarkan Permendagri No. 32 tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD sebagaimana telah di ubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 tahun 2012.
- Dalam Rancangan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan tentang penjabaran APBD Sumsel tahun 2013 belum di cantumkan lampiran III tentang daftar penerima hibah, alamat dan besaran aloksi hibah yang akan di berikan dan lampiran IV tentang tentang daftar Penerima, alamat dan besaran aloksi bantuan sosial yang akan di salurkan sebagaimana yang di maksud dalam pasal 11 A dan Pasal 30 A Permendageri No. 32 tahun 2011 sebagaimana telah di rubah dengan Permendageri No. 39 tahun 2012 Evaluasi Permendageri ini di tindak lanjuti pada rapat pembahasan antara Banggar DPRD Sumsel dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah Sumsel (TAPD) tanggal 31 Desember 2012.
Dimana DPRD Sumsel menyetujui pengesahan APBD Sumsel 2013 dengan mengabaikan hasil evaluasi Mendageri karena tanggal 1 Januari 2013 APBD Sumsel harus di jalankan.
Hasil pembahasan atas evaluasi Menteri Dalam Negeri No.903-928 dituangkan dalam Keputusan Pimpinan DPRD Sumsel nomor : 112 tahun 2012 tentang Hasil Evaluasi Rancangan Perda dan Pergub Sumsel tahun 2013 Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dalam Peraturan Daerah No. 18 tahun 2012 tertanggal 31 Desember 2012 tentang APBD tahun 2013 mengalokasikan belanja hibah sebesar Rp. 1.492.704.039.000.00.
Dimana besaran dana hibah ini berdasarkan hasil pembahasan antara Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan DPRD Provinsi Sumatera Selatan, tidak mengikuti hasil evaluasi dari Menteri Dalam Negeri.
Menyikapi masalah itu menurut sudut pandang dari Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) di jakarta yang menilai adanya keganjilan dalam proses hukum yang di lakukan dalam kasus ini maka dilakukannya gugatan ke lembaga hukum Kejagung dan KPK RI.
Dalam gugatannya tersebut ,aktivis MAKI yang di motori langsung oleh Boyamin Saiman selaku koordinator maki mendesak untuk PENGHENTIAN PENYIDIKAN dalam kasus dana hibah prov sumsel ini karena dianggap TIDAK SAH SECARA MATERIEL.
Adapun Penghentian Penyidikan secara materiil dapat berupa serangkaian tindakan yang dapat dikategorikan sebagai bentuk Penghentian Penyidikan sebagaimana dirumuskan :
– Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang Nomor : 01/PID/PRA 2008/PN TK ; – Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 04/Pid.Pra/2007/PN.Skh.
– Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Pemohon Muspani (mantan DPD) melawan Jaksa Agung RI dalam perkara Penghentian Penyidikan Tidak Sah kasus dugaan Korupsi Tersangka Mantan Gubernur Bengkulu Agusrin Nazamudin (PUTUSAN NO. 04/PID.PRAP/2010/PN.JKT.PST PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT)
Bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor : 01/PRA/2014/PN. Byl yang diputuskan tanggal 05 Desember 2014 dan diucapkan tanggal 08 Desember 2014. dalam Halaman 25 putusan tersebut dalam pertimbangan hakim dijelaskan : “Menimbang, bahwa dengan adanya tindakan kejaksaan agung tersebut telah membuat perkara in casu menjadi menggantung yang berlangsung selama bertahun-tahun mengakibatkan ketidakpastian hukum terhadap perkara tersebut.
Kemudian Menimbang bahwa kejagung merupakan organ yang melaksanakan tugas jalannya penegakan hukum sehingga didalam melaksanakan tugasnya sebagai aparat hukum tidak boleh menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap suatu perkara.
Menimbang, bahwa oleh karena Praperadilan merupakan fungsi control tehadap jalannya penyidikan dan untuk adanya kepastian hukum terhadap perkara a quo maka terhadap perkara a quo Hakim berpendapat walaupun secara formil kejagung walau tidak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan terhadap perkara a quo namun secara materiil tindakan kejagung yang tidak menindaklanjuti proses penyidikan selama bertahun-tahun dapat dikatakan tindakan kejagung tersebut dipersamakan dengan kejagung telah melakukan Penghentian Penyidikan Terhadap Perkara a quo.
Menimbang, bahwa oleh karena hakim berpendapat tindakan Kejagung yang telah lama tidak menindaklanjuti proses penyidikan terhadap perkara a quo merupakan tindakan yang dapat dikualifikasikan sebagai tindakan penghentian penyidikan yang tidak sah maka pengadilan memerintahkan………” Berdasar Pasal 25 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, penanganan perkara korupsi harus didahulukan dan diutamakan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya.
Kejaksaan Agung telah melakukan Penyidikan dan Penututan Perkara Korupsi Dana Hibah Propinsi Sumatera Selatan tahun anggaran 2013 dengan progress telah disidangkannya 2 Terdakwa di Pengadilan Tipikor Palembang yang mana 2 Terdakwa ini level pejabat bawah sehingga belum menyentuh pejabat yang lebih tinggi dan lebih bertanggungjwab secara hukum karena kewenangannya.
Kejaksaan Agung dengan belum/tidak ditetapkan Tersangka Pejabat Lebih Tinggi dalam perkara aquo ini adalah sebagai bentuk penghentian penyidikan perkara korupsi dana hibah Sumatera Selatan tahun 2103 secara materiel, diam-diam, menggantung dan menimbulkan ketidak pastian hukum terhadap calon Tersangka Pejabat Lebih Tinggi dan juga tidak menetapkan Tersangka kepada kalangan pejabat yang telah menyetujui dan meggunakan dana hibah kepada kelompok masyarakat (dana Reses Dapil anggota DPRD);
Dalam perihal ini terlihat jelas Bahwa KPK RI membiarkan pihak Kejagung yang di senyalir melakukan Penghentian Penyidikan Materiel terhadap perkara korupsi aquo dan KPK RI tidak melakukan supervisi kepada Kejaksaan Agung sebagaimana tugas dan wewenang Lembaga KPK RI.
Menyikapi masalah ini sangat jelas pihak KPK RI dan Kejaksaan Agung RI selaku kiblat hukum tertinggi di republik ini secara materiel dan diam-diam telah menghentikan penyidikan dengan tidak menetapkan Tersangka terhadap Pejabat Tertinggi di prov Sumsel dan tindakan mana merupakan tindakan yang tidak sah dan melawan hukum, serta telah merugikan kepentingan PEMOHON baik secara materiil dan atau non-materiil maka sudah sewajarnya dan seharusnya diajukan Praperadilan untuk menguji sah tidaknya Penghentian Penyidikan secara materiel dalam perkara aquo.
Menurut Boyamin atas tindakan Kejagung dan KPK RI tersebut, jelas dan nyata merugikan kepentingan PEMOHON baik secara materiil dan non materiil, untuk itu sah dan berdasar hukum jika PEMOHON mengajukan Praperadilan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menyatakan dan memerintahkan kepada pihak Kejagung dan KPK RI untuk melakukan proses hukum selanjutnya sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Bahwa perkara aquo sudah semestinya menetapkan Tersangka Pejabat Lebih Tinggi di provinsi Sumatera Selatan dan harus dilanjutkan tahap berikutnya kepada Jaksa Penuntut Umum karena telah memenuhi unsur terpenuhinya bukti permulaan yang cukup bahkan telah terpenuhi minimal dua alat bukti berupa barang bukti, keterangan saksi-saksi dan dokumen-dokumen.
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP.
Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”.
Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti. “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (inabsentia),”.
Kemudian Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) secara S U B S I D A I R dalam Memeriksa dan mengadili Permohonan Pemeriksaan Pra Peradilan yang mereka sampaikan di proses dengan seadil-adilnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (Ex aequo et bono).
O P I N I
Penulis: Tim Redaksi Transformasinews.com
Sumber: Audit BPK-RI
Editor: Amrizal Aroni
Posted by: Admin Transformasinews.com