
TRANSFORMASINEWS, PALEMBANG. Setelah minggulalu Subdit III Ditreskrimsus Polda Sumsel batal melakukan pemeriksaan terhadap Ketua DPRD OKU, Johan Anuar, Senin (6/4/2015). Ini dikarenakan Johan tak bisa memenuhi panggilan penyidik dengan alasan memiliki agenda kunjungan kerja (kunker) ke suatu tempat. Atas penundaan ini, penyidik membuat jadwal pemeriksaan lanjutan.
Johan Anuar rencananya kembali dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi dugaan tipikor pengadaan lahan TPU di Baturaja Timur pada pekan depan selasa (14/4).
Baca juga berita terkait: KETUA DPRD OKU: Johan Anuar Tak Hadiri Pemeriksaan Di Polda Sumsel
Hari ini Subdit III Ditreskrimsus Polda Sumsel terus melakukan pengembangan terhadap kasus korupsi lahan Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Baturaja Timur OKU 2012 yang ditafsir merugikan negara sekitar Rp 6,1Miliar.
Kali ini, ketua DPRD OKU Johan Anwar yang sekaligus merupakan anak buah Alex Noerdin sesama kader partai Golkar mulai dibidik petugas. Johan diperiksa di Mapolda Sumsel sejak pukul 13.00 WIB dan keluar pukul 16.00WIB, Selasa (14/4).
“Saya bahkan tidak mencatat apa-apa pertanyaan dan jawaban selama pemeriksaan tadi. Jadi, silahkan langsung tanya sama penyidik apa isi pemeriksaan terhadap saya nanti,” kata Johan usai diperiksa.
Hal yang sama dikatakan Johan saat disodori pertanyaan proyek pengadaan lahan TPU Baturaja Timur tahun 2012. Ia tidak mau berkomentar dan lagi-lagi menyerahkan jawabanya kepada penyidik. Johan hanya mengatakan, dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD saat proyek ini ada.
“Kapan pun keterangan saya dibutuhkan, saya siap. Saya sendiri sudah empat kali menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk kasus ini. Semoga saja hal ini tidak berpengaruh dengan rencana saya untuk mencalonkan diri menjadi Wabup OKU ,” kata Johan.
Direktur Ditreskrimsus Polda Sumsel, Kombes Pol Eddy Purwatmo, melalui Kasubdit III, AKBP Imran Amir, membenarkan adanya pemeriksaan lanjutan. Status Johan saat ini adalah saksi dan keteranganya dibutuhkan penyidik untuk melengkapi berkas pemeriksaan terhadap empat tersangka yang sudah ditetapkan oleh penyidik.
Disinggung akankah status Johan naik menjadi tersangka, Imran enggan berandai-andai. Dengan nada diplomatis, Imran mengatakan masih menunggu perkembangan pemeriksaan. Jika memang alat bukti dan keterangan saksi memenuhi poin, siapa saja akan ditetapkan sebagai tersangka.
“Untuk saat ini, tersangka ada empat dan berkasnya sudah pernah kita limpahkan ke jaksa. Namun, masih belum dinyatakan lengkap. Kita juga masih menunggu audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Sumsel yang sudah delapan bulan belum kita terima hasilnya,” kata Imran.
Baca berita terkait: BPK-RI Perwakilan Sumsel, Diduga Menghambat Penyidikan Polda
LSM-INDOMAN, Mengemukakan dengan berlarut-larutnya kasus dugaan Mark UP pengadaan tanah peruntukan Taman Pemakaman Umum (TPU) seluas 10 hektar di Kelurahan Kemelak Bindu Langit Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) yang sudah masuk dalam tahap penyidikan, diduga karena adanya hambatan yang dilakukan oleh oknum BPK-RI Perwakilan Sumsel. Pihak BPK Sumsel tidak kunjung memberikan hasil audit yang diminta oleh penyidik Polda Sumsel sehingga proses penyidikan tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Padahal menurut Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia Madani (PP LSM-Indoman), Ir.Amrizal Aroni, M.Si. Indoman sudah melayangkan surat tertanggal 17 Februari 2015 Nomor Surat: 002/PP/Indoman/II/2015 mempertanyakan hasil Audit investigasi BPK-RI perwakilan sumsel tentang kasus TPU OKU yang takkunjung diserahkan ke Polda, kasus tersebut sudah menjadi perbincangan hangat di kalangan warga kabupaten OKU dan Sumsel umumnya.
Untuk diketahui, empat tersangka yang sudah ditetapkan oleh penyidik adalah Najamudin (Kepala Dinas Sosial OKU tahun 2012), Hidirman (pemilik lahan), Umirtom (mantan Sekda OKU), dan Ahmad Junaidi (mantan Asisten I Pemkab OKU).
Keempat tersangka diduga sudah memalsukan laporan proyek pengadaan TPU di Baturaja Timur tahun 2012 yang lalu. Harga Lahan TPU yang harganya ditengarai lebih murah dibuat seolah-olah nilainya sama dengan anggaran yang digunakan, yakni senilai Rp 6,1 miliar. Sampai saat ini, penyidik masih menunggu audit kerugian negara dari BPK Palembang.
SUMBER:[RMOL/AR]