Kami Akan Pikir-pikir

1-grafis-romiTRANSFORMASINEWS, JAKARTA – Mejelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, menyatakan Wali Kota Palembang nonaktif Romi Herton  terbukti bersalah menyuap Akil Mochtar selaku hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Atas perbuatan itu, Romi dijatuhi hukuman enam tahun penjara, dan denda Rp 200 juta, subsider dua bulan kurungan. Pada persidangan yang sama, majelis hakim juga menyatakan istri Romi, Masyitoh bersalah. Ia dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun, dan denda Rp 200 juta, subsider dua bulan kurungan.

Vonis dibacakan ketua majelis Mochamad Muchlis, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (09/3).  “Menyatakan terdakwa satu Romi Herton, dan terdakwa dua Masyito telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut,” kata Muchlis.

Kedua terdakwa itu dinilai telah bersalah melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Mereka juga diyakini telah memberikan keterangan palsu dalam persidangan atas Akil Mochtar, dan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dan ditambah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Vonis majelis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK. Sebelumnya, JPU meminta ke majelis agar menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara ke Romi, serta 6 tahun penjara ke Masyito.

Jaksa juga menuntut pidana tambahan bagi Romi, yaitu pencabutan hak politik untuk memilih dan dipilih pada pemilihan umum yang diatur menurut aturan-aturan umum selama 11 tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap.

Menanggapi vonis hakim, Romi dan Masyito menyatakan pikir-pikir. Hal serupa juga disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Kami mengajukan pikir-pikir yang mulia,” kata Romi Herton.

Kasus ini bermula saat pasangan Romi dan Wakilnya, Harno Joyo, kalah dalam Pilkada Palembang yang digelar 2013 lalu. Mereka kalah dari pasangan Sarimuda dan Nelly dengan selisih delapan suara. Romi dan Harno kemudian mengajukan gugatan perselisihan hasil pilkada yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum ke MK. Kasus tersebut ditangani oleh Akil Mochtar.

Romi melalui Masyito kemudian meminta bantuan kaki tangan Akil, Muhtar Ependy, untuk membantu memenangkan perkara tersebut. Pulung mengatakan Romi dan Masyitoh melalui Muhtar Ependy telah memberikan duit sebesar Rp 11,3 miliar dan US$ 316.700 kepada Akil Mochtar pada 13 Mei 2013 di Bank Pembangunan Daerah Kalbar Cabang Jakarta.

Mahkamah Konstitusi pada 20 Mei 2013 Akil memenangkan gugatan Romi dan Harno Joyo. Pasangan ini ditetapkan memenangi pilkada Kota Palembang dengan selisih 23 suara dari pasangan Sarimuda dan Nelly.
Usai pemutusan perkara, Masyito kembali mentransfer uang Rp 2,7 miliar ke beberapa rekening milik Muhtar Ependy. “Masyito menyatakan uang yang ditransfer usai pemutusan perkara bukanlah suap melainkan pelunasan pembayaran atribut pemilu. Namun, alat bukti dan keterangan saksi menunjukkan sebaliknya,” ucap Pulung.

Suami istri ini juga dituntut karena telah memberikan keterangan palsu dalam persidangan terdakwa Akil Mochtar pada Maret 2014. Kala itu Romi dan Masyitoh menyatakan tidak mengenal Muhtar Ependy, tidak pernah memesan atribut pilkada, dan tidak pernah menyerahkan uang pada Muhtar Ependy. “Faktanya terkuak dalam persidangan Romi dan Masyito sendiri,” kata jaksa.

Berdasarkan bukti-bukti tersebut, jaksa penuntut umum menyimpulkan duit yang diserahkan pasangan suami istri tersebut mempengaruhi putusan perkara sengketa pemilu di MK.

Sumber: (jpnn/palpos)

Leave a Reply

Your email address will not be published.