TRANSFORMASINEWS.COM, JAKARTA. Sebaiknya Jaksa Agung M. Prasetyo tidak sudah berwacana tentang seluruh fungsi penuntutan tindak pidana, termasuk korupsi dikembalikan ke kejaksaan.
Hal itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, bila Kejaksaan Agung ingin mengambil fungsi penuntutan tindak pidana seperti pidana korupsi, seharusnya Jaksa Agung memerintah aparat kejaksaan di daerah harus lebih “ganas” dalam pemberantasan korupsi. Kalau bisa, aparat Kejaksaan Agung harus lebih hebat dan canggih dibandingkan KPK.
Apalagi, sekarang ini alat sadap yang dimiliki oleh Kejaksaan Agung lebih canggih daripada yang dipunya KPK.
Seharusnya kejaksaan bisa mengalahkan KPK dalam jumlah koruptor yang kena OTT atau operasi tangkap tangan.
Tapi, sekarang publik melihat sepi-sepi saja, seperti tidak melakukan penangkapan koruptor melalui OTT.
Publik melihat, saat ini banyak kasus korupsi mangkrak di Kejaksaan Agung, dan tidak jelas tindak lanjutnya sampai sekarang. Misalnya saja kasus pengadaan alat peraga di Kemenpora sebesar Rp.73 miliar.
Menurut Center for Budget Analysis (CBA), hal tersebut berpotensi merugikan negara sebesar Rp. 21,5 miliar.
Dan dalam kasus pengadaan alat peraga Kemenpora ini sudah mulai ditangani pihak Kejaksaan Agung, tapi sepertinya juga sudah diakhiri oleh Kejaksaan Agung, karena kasus itu tiba-tiba hilang, tidak dilanjutkan.
Kemudian kasus Bansos dan Hibah Sumatera Selatan tahun 2013 yang merugikan negara sebesar Rp. 2,1 miliar. Sepertinya kasus ini juga mangkrak belum ada perkembangan, sepertinya tidak ada penanganan di Kejaksaan Agung.
Walaupun saat ini sudah keluar sprindik baru, namun Kejaksaan Agung dinilai publik masih main-main, karena sprindik baru ini belum diikuti penetapan tersangka, lantaran masih bersifat umum dan belum ditingkatkan ke sprindik khusus.
Munculnya sprindik baru ini pun akhirnya diduga tak lepas dari peran dan desakan MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia), yang mempraperadilan Jaksa Agung M Prasetyo dan KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dimana Praperadilan yang diajukan MAKI, karena Jaksa dinilai tidak memproses Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin, dalam kasus Dana Hibah dan Bansos Pemprov Sumsel tahun 2013 yang diduga merugikan negara sebesar Rp. 2,1 miliar.
Dengan demikian, publik meminta, seharusnya Kejaksaan Agung bukan lagi berwacana kalau ingin mengambil fungsi penuntutan seperti pidana korupsi. Tapi, segera bekerja keras, seperti pemanggilan kembali Gubernur Alex Noerdin ke Gedung Bundar.
Sumber: Klikanggaran.com
Editor: Nurmuhammad
Posted by: Admin Transformasinews.com