Infrastruktur PALI Terpantau Cendrung Koruptif?

Bangunan jalan setapak di PALI yang beberapa waktu lalu sempat Viral

TRANSFORMASINEWS.COM, PALI – Jelang perhelatan Pilkada PALI 2020, pembangunan infrastruktur seakan terus menjadi senjata bagi kelompok tertentu untuk menarik simpati masyarakat.

Padahal, isu infrastruktur yang dibangun oleh Pemkab PALI sudah sejak dulu menjadi sorotan publik. Mulai dari kwalitas bangunan yang baru dibangun, namun sudah mulai rusak, hingga besarnya pos anggaran jalan pada poros jalan tertentu.

Sebut saja misalnya, pada poros jalan Simpang Rasau-Simpang Raja yang hampir setiap tahun dibangun oleh Pemkab PALI hingga ditaksir menelan dana di atas 80 Miliar lebih.

Begitu juga pada pos jalan Simpang Betung-Talang Akar Pendopo yang menghabiskan dana di atas 100 miliar melalui dana pinjaman SMI. Anehnya, jalan tersebut masih saja terlihat kurang bagus alias bergelombang, seperti nampak pada poros jalan Simpang Betung-Talang Akar.

Di sisi lain, adanya temuan dugaan kerugian negara pada pengerjaan sejumlah proyek infrastruktur pada leading sektor Dinas PUPR PALI, seakan menguatkan jika infrastruktur PALI tidak layak jadi pencitraan, lantaran selain mutunya yang dipertanyakan, juga dalam pengerjaannya berindikasi cendrung Koruptif.

Simak realisasi Belanja Modal Pemkab PALI di tahun 2018 sebesar Rp.888.066.994.718,00. Dimana dari pos anggaran tersebut, terealisasi sebesar Rp.622.813.258.525,60 (622,8 miliar).

Akan tetapi, dari nilai realisasi tersebut diketahui terdapat kekurangan volume pada 28 paket pekerjaan sebesar
Rp.23.662.377.691,50 (23,6 Miliar) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Dinas PUPR) yang berpotensi merugikan negara.

Salah satu item pekerjaan yang bermasalah tersebut, di antaranya adalah peningkatan Jalan Talang Akar-Betung dengan menggunakan dana SMI Rp.111.924.793.000,00. Dimana ditemukan oleh auditor negara berupa kekurangan sejumlah volume Pekerjaan sebesar Rp.221.727.599,74.

Kemudian, pada Peningkatan Jalan Tanah Abang-Modong dengan anggaran Rp.12.613.521.000,00. Pada kegiatan ini terdapat kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp.129.939.328,09.

Untuk diketahui, banyaknya kepala Daerah di Indonesia yang tersandung kasus korupsi maupun tersandung OTT oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia terkait proyek Infrastruktur, seakan menunjukkan, jika infrastruktur masih menjadi semacam ladang yang empuk untuk mengerogoti keuangan daerah.

Modusnya pun beragam, sebut saja misalnya pada OTT KPK di Muara Enim tahun lalu, dimana KPK mengendus praktek pemberian Fee proyek senilai kurang lebih Rp.13 miliar. Uang tersebut merupakan komitmen fee atas 16 paket proyek jalan di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim. Sadisnya, uang suap tersebut belakangan diketahui juga mengalir ke beberapa oknum pejabat di Muara Enim. Hal itu terkuak seperti penuturan beberapa saksi yang dihadirkan di pengadilan Elfin dan Robi. (B.Suwarno/BPK-RI)