TRANSFORMASINEWS.COM, BANYUASIN – Rapat mediasi sengketa lahan antara PT. Tunas Baru Lampung (PT TBL) dengan masyarakat alot dan panas karena fihak BPN terkesan menghambat proses mediasi (04/6/20). BPN selaku penerbit HGU PT mementahkan kembali mediasi yang sudah mendekati final dengan kembali mengajak tinjau lapangan.
Pemkab Banyuasin sudah bersepakat dengan PT. TBL dan masyarakat untuk mediasi harga ganti rugi terhadap dan tinggal menunggu pernyataan dari BPN bahwa lahan tersebut masuk dalam HGU PT. TBL.
Ass 1 dan Pujianto yang mewakili Pemkab Banyuasin cukup keras pernyataannya kepada Yohanes Kasi di BPN karena berkilah untuk tinjau lapangan. Minggu ini kami dari Pemkab Banyuasin meminta jawaban BPN mengenai status lahan 52 persil SHM milik.masyarakat, apa masuk atau tidak dalam HGU PT. TBL, ucap Pujianto.
Lain lagi pernyataan Ikwanudin selaku pemilik lahan, “aku mikirke kawan – kawan BPN yang kerumah aku minta nyawo jangan di aduke kareno tanah aku belum di ganti rugi tapi lak dikuasai PT. TBL”, ucap Ikwanudin pemilik lahan yang juga mantan Ass 1 Pemprov Sumsel.
“Amun aku ngaduke masalah ini waktu itu, tebuang kawan – kawan BPN tapi pecak dak katek ringgak nak nyelesaike, kamu dak kalu kalu izin HGU itu harus clean and clear baru pacak keluar izin, amun di tindak lanjuti APH pasti ado dokumen palsu dan kamu wong BPN yang tanggung jawab”, ucap Ikwanudin dengan nada marah.
“Lak minta bantuan MAKI yang ketuonyo Bayamin Saiman yang tersangkoke Wapres Budiono dan ada wong 3 perwakilanyo dan skrg hadir dirapat dampingi aku melapor ke Kajati dan sudah di dimasukke “, kembali Ikwanudin dengan nada marah berucap di rapat itu.
“Biarlah lahan aku dak jadi apo2 yang penting tindak lanjut hukum, terserah siapo dekeng PT. TBL ni dan pokoknyo HGU nyo di teliti lagi dan pasti ado pemalsuan dokumen”, pungkas Ikwanudin dengan nada marah.
PT. Tunas Baru Lampung mendapat izin HGU seluas 10.000 Ha namun di dalam HGU tersebut masih terdapat lahan masyarakat yang sudah berSertifikat, Hak Milik masyarakat tapi masuk kawasan HGU PT. TBL dan sudah berproduksi selama 10 tahun.
Kesepakatan masyarakat dengan PT. TBL di bacakan staff Dinas Perkebunan Muba yang intinya kesepakatan ganti rugi tergantung pada 2 hal, pernyataan BPN bahwa lahan tersebut masuk kawasan HGU PT. TBL dan masyarakat meminta ganti rugi Rp. 60 juta per Ha.
PT. TBL sendiri belum memberi jawaban terhadap nilai ganti rugi yang di ajukan masyarakat pemilik lahan. Ganti rugi yang tidak di embel – embeli dengan bagi hasil buah selama 10 tahun produksi atau sewa tanah selama 16 tahun.
Perwakilan MAKI yang di wakili koordinator investigasi Bony Belitung menyatakan, “semoga persoalan ini bisa di selesaikan secara win – win solution dalam arti kata disepakati kedua belah fihak dan jangan sampai ke ranah hukum”, ucap Bony.
“Kalau sampai ke ranah hukum akan panjang ceritanya, apa ada pemalsuan dokumen status lahan dan luas HGU yang sebenarnya di lapangan dan perkara lainnya, dan yang pasti lahan HGU PT. TBL belum Clean and Clear, pungkas Bony. (AR/FK)
Editor : A.Aroni
Posted by: Admin