Disomasi Polri, Komnas HAM Tolak Minta Maaf

250049_620
Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TRANSFORMASINEWS, JAKARTA– Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menolak memenuhi permintaan penyidik Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian RI yang disampaikan lewat surat somasi. Dalam somasi tersebut, penyidik Bareskrim menuntut Komisi Hak Asasi menarik pernyataan mengenai hasil investigasi atas penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi non-aktif Bambang Widjojanto dan meminta maaf di media massa.

Komisioner Komisi Hak Asasi yang mengetuai tim investigasi kasus Bambang Widjojanto, Nur Kholis mengatakan pengumuman pada publik telah sesuai aturan. “Kami merasa tidak melanggar,” kata Nur Kholis saat dihubungi Tempo, 8 Maret 2015.

Komisi Hak Asasi memang berwenang menerima pengaduan dan menyampaikan beberapa poin penting terkait hasil penyelidikan kepada masyarakat. Menurut Nur Kholis, dalam semua kasus yang ditangani, Komisi selalu mengumumkan poin penting hasil penyelidikan pada publik. “Yang diumumkan adalah resume, bukan laporan utama,” ujar dia.

Nur Kholis mengatakan tanggapan atas somasi itu telah disusun. Surat jawaban dikirimkan hari ini, 9 Maret 2015, yang berisikan penjelasan hukum atas langkah yang diambil Komisi.

Komisi Hak Asasi sebelumnya menyatakan telah terjadi pelanggaran dalam penangkapan Bambang Widjojanto oleh Bareskrim pada 23 Januari lalu. Penyidik Bareskrim dinilai berlebihan dan menyalahgunakan kekuasaan saat menangkap Bambang. Komisi juga menyimpulkan penangkapan Bambang terkait konflik antara KPK dan Polri.

Penyidik Bareskrim melalui kuasa hukumnya Fredrich Yunadi mengirimkan somasi karena beranggapan Komisi Hak Asasi tak berhak mengumumkan hasil investigasi pada publik.

Nur Kholis menyatakan temuan lengkap Komisi Hak Asasi pertama kali dibuka dalam rapat dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat pada 4 Februari. Selanjutnya, temuan diserahkan langsung pada Kepolisian RI. Tindak lanjut atas temuan pelanggaran diserahkan pada lembaga itu karena Komisi tidak berhak memberikan sanksi.

Surat berisi temuan Komisi Hak Asasi telah dilayangkan pada Kepolisian sejak beberapa pekan lalu. Akan tetapi, kata Nur Kholis, hingga saat ini Komisi Hak Asasi belum menerima surat balasan dari Kapolri.

Somasi dari Fredrich sendiri baru diterima Nur Kholis pada 27 Februari. Pada Minggu, 8 Maret, Nur Kholis mengumpulkan timnya untuk membahas tanggapan atas somasi tersebut.

Somasi yang tak kunjung ditanggapi oleh Komisi membuat berang kuasa hukum penyidik Bareskrim, Fredrich Yunadi. Dalam surat somasi yang diserahkan pada 8 Februari lalu itu tertulis bahwa penyidik memberi waktu 1 x 24 jam pada Komisi Hak Asasi. “Karena tidak ada respons, kami sudah melaporkan kasus ini pada Kepolisian Daerah Metro Jaya,” ucap Fredrich.

Penyidik Bareskrim melaporkan pelanggaran Pasal 27 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik oleh komisioner Komisi Hak Asasi. Pelanggaran pasal itu dapat membuat para komisioner dihukum penjara. “Kita lihat saja nanti komisioner itu ditahan,” kata Fredrich lagi.

Tempo berusaha mengkonfirmasi ihwal pelaporan itu pada Polda Metro Jaya. Akan tetapi, baik Kepala Divisi Humas maupun Divisi Kriminal Khusus Polda tidak menanggapi telepon dan pesan pendek yang dilayangkan.

Ketua Komnas HAM Hafid Abbas menegaskan lembaganya telah menjalankan fungsi sesuai mandat. Menurut dia, kerja Komisi Hak Asasi tidak mungkin tidak menjadi konsumsi publik. “Biarkan Komisi Hak Asasi bekerja sesuai mandat, kami tidak ada niat melemahkan satu institusi pun,” kata Hafid.

Selain pada Polri, Hafid menegaskan Komisi juga memberi masukan pada KPK terkait ketiadaan pengawas internal di lembaga antirasuah itu. “Jadi kami tidak hanya memperhatikan kasus kepolisian.”

Menanggapi upaya kriminalisasi yang menimpa komisinya, Hafid berujar akan mempelajari dulu materi yang menjadi bahan gugatan penyidik Bareskrim.

Sumber:TEMPO.CO

Leave a Reply

Your email address will not be published.