Disinyalir Terjadi Kebocoran Keuangan Negara di PT Bukit Asam Berfotensi Merugikan Negara Trilyunan Rupiah

TRANSFORMASINEWS.COM, PALEMBANG – Diduga berawal dari RUPS 2014 dimana terjadi pergantian beberapa Direksi PT Bukit Asam dugaan pemborosan keuangan pada biaya operasional mulai mengungkap. Direksi yang diangkat berdasarkan RUPS 2014 terlihat berupaya melakukan efisiensi biaya produksi dengan membeli 95% saham perusahaan angkutan PT SBS.

Akuisisi saham ini terlaksana di tahun 2015 dan kemudian PT SBS dilibatkan dalam operasional tambang dengan melaksanakan kegiatan eksploitasi tambang skala kecil yang selama ini dilakukan oleh PT PP. Berdasarkan Financial Report PT Bukit Asam terlihat penurunan biaya operasional berskala kecil karena operasi PT SBS.

Pada RUPS 2016 terjadi perubahan susunan Direksi dan Komisaris dimana masuknya “Said Didu” selaku komisaris PT Bukit Asam dan Joko Pramono diangkat menjadi Direktur Operasional PT Bukit Asam.

Menurut info   dari dalam manajemen PT Bukit Asam pada rapat direksi dan Komisaris PT. Bukit Asam, Dir.ops Joko Pramono mengusulkan memberi tambahan volume operasional PT. SBS karena berfotensi telah mengurangi biaya produksi.

Usulan ini didukung oleh “Said Didu” dan di tindak lanjuti dengan melakukan negoisasi ulang dengan PT. PP untuk menurunkan biaya operasional atau akan di kerjakan sendiri oleh PT. Bukit Asam dengan melakukan eksploitasi sendiri dengan anak perusahaan hasil akuisis PT. SBS.

PT. PP setuju menurunkan biaya operasional kontrak dengan PT. Bukit Asam pada tahun 2016 karena adanya hak tekan melalui PT. SBS. Dampak yang paling signifikan pada tahun 2017 adalah PT. Bukit Asam mendapatkan kenaikan keuntungan hampir Rp. 1 trilyun Rupiah dari efisiensi biaya produksi.

Diduga karena telah mengganggu bisnis PT. PP maka “Said Didu” di copot dari komisaris PT. Bukit Asam dan Dirops Joko Pramono di geser menjadi Dirum PT. Bukit Asam dan pada tahun 2021 dalam RUPS PT. Bukit Asam, “Joko Pramono di pensiunkan”.

Menyikapi perjalanan PT. Bukit Asam 2014 sampai dengan 2017 dengan meneliti Financial Report PT. Bukit Asam yang di audit kantor akuntan publik yang di akui oleh kredibilitasnya di dunia bisnis internasional, MAKI Sumsel melalui Koordinator MAKI Palembang angkat bicara, “kami dari MAKI merasa sangat prihatin dengan kejadian dugaan kemahalan harga biaya operasi di PT. Bukit Asam”, ucap Koordinator MAKI Palembang Bony Balitong.

“Selaku masyarakat Sumsel pastinya merasa sangat dirugikan dengan besarnya biaya produksi PT. Bukit Asam yang berdampak berkurangnya jatah Pemrop Sumsel, Kabupaten Muara Enim dan lahat”, ucap Bony Balitong.

“Kami mendukung aksi damai Aliansi Aktivis Sumsel di Kantor Gubernur membuka tirai konsfirasi tambang demi masyarakat Sumsel”, kata Bony kembali.

“MAKI Sumsel berharap Gubernur Sumatera Selatan, Bupati Muara Enim mendorong pemerintah pusat memberikan porsi bagi hasil tambang yang lebih besar kepada Daerah termasuk meminta investor tambang swasta membayar royalti kepada pemerintah daerah dan menyetorkan dana reklamasi pasca tambang ke Pemerintah Daerah”, kata Bony selanjutnya.

“Kenaikan harga batubara sangat signifikan menghasilkan keuntungan bagi PT. BA dan tambang swasta sementara pajak dan royalti terkesan tidak signifikan menambah PAD daerah”, imbuh Bony. “Atas nama teman – teman Aliansi Aktivis Sumsel kami berharap Gubernur Sumsel bertindak atas nama masyarakat Sumsel”, pungkas Bony. (Ril/A.Ar)