DI SENYALIR BUMD HANYALAH TEMPAT PENAMPUNGAN ORANG TERDEKAT PEJABAT

OPINI JALANAN 

ILUSTRASI

TRANSFORMASINEWS.COM, PALEMBANG. Keberadaan BUMD yang berorientasi bisnis dan BUMD yang sifatnya memberikan layanan publik (public services), namun dalam kenyataannya, BUMD yang dibangun dengan orientasi bisnis tidak menghasilkan profit dan mampu menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD), sedangkan BUMD yang sifatnya layanan publik belum dapat memberikan layanan publik secara optimal.

Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh permasalahan terkait pembinaan Pemerintah Daerah selaku pendiri dan pemilik BUMD. Adanya Visi dan misi Pemerintah Daerah terkait tujuan pembentukan BUMD tidak jelas.

Seringkali tujuan pendirian BUMD yang ditetapkan adalah untuk memberikan pelayanan publik (menyelenggarakan penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat dan berperan serta dalam perekonomian daerah) sekaligus juga untuk memberikan kontribusi Pendapatan Asli Daerah.

Pada pelaksanaannya, tentu sangat sulit bagi BUMD untuk dapat memenuhi kedua tujuan tersebut secara sekaligus. Di sisi lain, jika ada BUMD yang sudah merugi terus dan/atau sudah tidak beroperasi, masih tetap dipertahankan dan Pemerintah Daerah tidak berani mengambil keputusan dan memproses pembubarannya.

Rekrutmen dewan komisaris/badan pengawas, direksi, dan karyawan BUMD tidak melalui proses yang terbuka dan transparan, namun lebih banyak dipengaruhi oleh intervensi negatif dari pejabat pemerintahan daerah (eksekutif maupun legislatif) sehingga BUMD menjadi tempat penampungan PNS, pensiunan PNS, ataupun orang-orang yang terkait dengan pejabat tertentu.

Hal ini mengakibatkan kurangnya kompetensi dewan komisaris/badan pengawas, direksi, dan karyawan karena tidak sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan manajerial sehingga BUMD tidak dikelola secara profesional dan bersaing secara kompeten dan sehat.

Manajemen BUMD masih dipengaruhi oleh intervensi dan pengambilan keputusan oleh pemerintah daerah dalam mengantisipasi perubahan situasi dan kondisi bisnis. Keputusan bisnis yang bersifat strategis dan non strategis harus memperoleh ijin pemerintah daerah, namun respon pemerintah daerah seringkali lamban sehingga BUMD terlambat mengambil keputusan dan kalah bersaing dengan sektor swasta yang akhirnya operasional perusahaan berhenti (mati suri).

Permodalan BUMD yang minim akibat kurangnya perhatian dari pemerintah daerah sebagai pemilik seringkali menjadi masalah. Banyak BUMD yang beroperasi menggunakan dan memanfaatkan aset yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan namun tidak memiliki modal untuk berinvestasi pada aset yang lebih tepat.

Sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 dinyatakan bahwa tujuan pendirian BUMD adalah untuk memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah pada umumnya, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik dan potensi daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik, dan memperoleh laba dan/atau keuntungan.

Menurut Perda pendirian BUMD, pada umumnya tujuan pendirian BUMD adalah untuk dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan perekonomian serta untuk dapat memberikan kontribusi pendapatan bagi pemda (APBD), namun pada kenyataannya, tujuan pendirian BUMD tidak sepenuhnya tercapai, yang antara lain dikarenakan adanya keterkaitan tujuan pendirian BUMD untuk meningkatkan PAD (memberikan kontribusi) kepada Pemda, pada umumnya juga tidak tercapai.

Berdasarkan data tahun 2014, jumlah BUMD yang memberikan kontribusi PAD hanya 186 BUMD (14%), sehingga 86% BUMD tidak memberikan kontribusi PAD Hasil pemeriksaan BPK pada Tahun 2014 terkait kinerja pemerintah daerah dalam penyediaan air bersih melalui PDAM, mengungkapkan bahwa penyediaan air bersih melalui PDAM tidak mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) atau target pemda untuk Tahun 2013.

Dari 102 pemda, 83 diantaranya tidak mencapai target dan hanya 19 pemda yang telah mencapai target Salah satu permasalahan terkait arah dan pedoman dalam pengelolaan dan pengembangan BUMD adalah belum adanya regulasi.

Dengan terbitnya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Hal ini berbeda dengan BUMN yang sudah diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Pasal 331 s.d. 343 UU Nomor 23 Tahun 2014 mengamanatkan ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) paling lambat dua tahun sejak UU tersebut ditetapkan (30 September 2014).

PP dimaksud minimal mengatur mengenai pendirian BUMD, organ perusahaan umum daerah, laba perusahaan umum daerah, restrukturisasi perusahaan umum daerah, pembubaran perusahaan umum daerah, organ perusahaan perseroan daerah, pembubaran perusahaan perseroan daerah, dan pengelolaan BUMD.

Rancangan PP dimaksud sampai saat ini masih dalam proses penyusunan oleh Kemendagri. Saat ini merupakan momentum yang baik bagi BPK untuk mendorong pemerintah agar segera memperbaiki kebijakan pengelolaan BUMD melalui penetapan PP terkait BUMD. BPK diharapkan dapat memberikan masukan/pendapat kepada Pemerintah yang dapat dimanfaatkan dalam penyusunan PP terkait BUMD agar tata kelola BUMD menjadi lebih baik.

OPINI: BONI BELITONG/TIM REDAKSI

SUMBER: AUDIT BPK RI

POSTED BY: ADMIN TRANSFORMASINEWS.COM