TRANSFORMASINEWS, BANYUASIN. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banyuasin mengaku prihatin dengan adanya uang upeti yang mesti di setor oleh kontraktor untuk mendapatkan proyek pembangunan di sejumlah SKPD yang ada di jajaran lingkungan Pemkab Banyuasin. Para Wakil rakyat ini juga mendesak Bupati Banyuasin untuk menindak tegas kepala SKPD yang melakukan tindakan melawan hokum tersebut. Bahkan sejumlah anggota DPRD mintak kasus ini di usut oleh pihak yang berwajib.
Sekretaris Komisi III DPRD Banyuasin Darul Qutni, SE kepada wartawan, Senin (9/2/2015) mengaku prihatin hal ini bisa terjadi di lingkungan Pemkab Banyuasin. Seharusnya menurut dia yang di utamakan dalam persyaratan untuk mendapatkan proyek pembangunan itu adalah terpenuhi persyaratan adminitrasi, nilai tawar dan kualitas perusahaan.
“Kalau uang yang di utamakan, itulah sering kali membuat mutu dari hasil proyek yang di kerjakan menjadi asal jadi. Padahal yang harus menjadi syarat utama adalah profesional perusahaan yang tidak masuk daftar hitam, berpengalaman, dan nilai tawar yang sesuai,“ katanya.
Komisi III, terang Politisi Partai Demokrat ini meminta Bupati untuk melakukan pengecekan ke bawah dan bila memang di temukan ada permainan dalam hal proyek ini, kiranya dilakukan penindakan tegas. “Ini tidak boleh di biarkan, Bupati harus cek dan yang terbukti harus di beri sanksi baik di bebas tugaskan maupun sanksi lainnya sesuai dengan aturan yang berlaku,“ katanya.
Komisi tiga sendiri menurut Darul, membuka ruang selebar-lebarnya bagi kontraktor yang merasa di rugikan. “ alau memang ada kontraktor yang di rugikan silahkan lapor ke Komisi III, kami siap merespon persoalan ini,” tegasnya.
Kapolres Banyuasin AKBP Julihan Muntaha SIK menegaskan pihaknya siap menerima laporan jika memang ada kontraktor yang dirugikan dalam kasus pelelangan proyek tersebut. “silahkan lapor dengan bukti-bukti, kita akan lakukan penyelidikan. Karena ini termasuk tindak pidana penyuapan,“ katanya.
Seperti diberitkan sebelumnya, Praktik kotor dalam pelaksanaan lelang proyek pembangunan di lingkungan Pemkab Banyuasin nampaknya terus terjadi dan tumbuh subur, tidak salah jika proyek pembangunan yang dibiayai APBD maupun APBN setiap tahun anggaran umurnya tidak bertahan lama, belum genap satu tahun kadang kondisi bangunan sudah rusak terutama pembangunan jalan,bangunan gedung termasuk pengadaan barang dan jasa.
Kalau saja pembangunan proyek bernilai jutaan hingga miliyaran rupiah itu di kerjakan sesuai dengan Rancangan Anggaran Belanja (RAB) yang sudah di tentukan ditambah pengawasan yang ketak dari instansi terkait, tentunya semua proyek akan dikerjakan dengan baik dan manfaatnya akan benar-benar di rasakan masyarakat. Tapi justru sebaliknya kondisi ini terjadi dan terkesan berjalan mulus diduga karena ada main mata antara Instansi terkait dengan kontraktor pemenang tender.
Dari hasil investigasi yang dilakukan wartawan, Senin (9/2/2015) dengan system wawancara dengan sejumlah Kontraktor, rata-rata mengakui bahwa mereka harus melobi dan menyetor dana awal untuk mendapatkan proyek. Dana yang disetorkan sebagai tanda jadi berkisar antara Rp 20-50 juta per proyek yang bernilai diatas Rp 200.000.000 ke atas.
“Iya, kalau mau dapat proyek biasanya kita lobi dan biasanya kalau sudah sepakat biasanya mereka mintak uang tanda jadi dengan besaran antara Rp 20-50 juta, “kata seorang Kontraktor yang minta namanya dirahasiakan.
Jika persyaratan itu tidak di penuhi, maka sudah dipastikan proyek yang di inginkan tidak akan di dapat, meskipun perusahaan milik kita sudah mengikuti pelelangan yang diadakan secara online melalui LPSE dan ULP. “ Sehebat apapun perusahaan kita, kalau syarat utama ini tidak di lakukan, jangan harap dapat proyek, “kata pria dengan tiga putra ini.
Hal yang sama dikatakan seorang kontraktor lainnya, bahwa untuk mendapatkan proyek pembangun setiap tahun anggaran di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Banyuasin, nampaknya bukan profesionalitas si kontraktor yang menjadi persyaratan,namun siapa kontraktor yang berani kasi uang sebagai pulus yang di prioritaskan.
Besaran uang setoran sebagai pulus itu cukup bervariasi di setiap SKPD,namun rata-rata uang setoran itu berkisar Rp 20 juta-Rp 50 juta. Tidak hanya itu ada setoran lain yakni 10 persen untuk kepala SKPD, persen untuk panitia pemeriksaan dan lainnya. “Kami juga sebagai kontraktor ingin mendapat untung juga, jadi tidak salah kalau setiap proyek paling tersisa 60-50 persen yang bisa di kerjakan. Jadi jangan salahkan kami kalau proyek pembangunan yang di kerjakan kadang belum setahun sudah rusak,“ katanya.
Ketika disinggung SKPD mana yang melakukan system itu, menurut dia hampir terjadi di setiap SKPD. “Yang saya alami sendiri di Dinas PU Bina Marga, Cipta Karya, PU Pengairan, dan saya yakin semua SKPD sama, karena menurut teman-teman kontraktor hampir setiap SKPD seperti itu,“ katanya seraya mewanti agar namanya tidak di sebut.
Sumber: (DetikSumsel.com)