Bupati Bengkayang Minta Jatah Proyek

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) dan penyidik menunjukkan barang bukti hasil OTT di Gedung KPK, Jakarta, kemarin. Dok: ANTARA FOTO /Sigid Kurniawan

TRANSFORMASINEWS.COM, JAKARTA – KPK resmi menetapkan Bupati Bengkayang Suryadman Gidot (SG) sebagai tersangka. Suryadman diduga menerima suap terkait proyek di lingkungan Pemkab Bengkayang, Kalimantan Barat.

Setelah operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Selasa (3/9) itu, KPK sudah menetapkan tujuh tersangka. Di lingkup pejabat pemda, selain Bupati Suryadman, KPK juga menetapkan tersangka kepada Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Aleksius (AKS).

Adapun lima tersangka lain berasal dari pihak swasta yang diduga menyuap Bupati, yakni Rodi (RD), Yosef (YF), Nelly Margaretha (NM), Bun Si Fat (BF), dan Pandus (PS).

“Kami menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah  kepada penyelenggara negara terkait dengan pembagian proyek pekerjaan di lingkungan pemerintah Kabupaten Bengkayang tahun anggaran 2019,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.

Dalam tangkap tangan itu, KPK mengamankan barang bukti berupa telepon seluler, buku tabungan, uang sebesar Rp.336 juta dalam bentuk pecahan Rp.100 ribu. KPK juga mengamankan sejumlah orang di Bengkayang dan Pontianak terkait dugaan bagi-bagi proyek tersebut.

Tim mengamankan ajudan Bupati Bengkayang, yakni Risen Sitompul (RIS), Staf Dinas PUPR Pemkab Bengkayang Fitri Julihardi (FJ), Sekda Pemkab Bengkayang Obaja (O), dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang Agustinus Yan. “Untuk beberapa orang yang diamankan masih diperiksa intensif. Apakah akan juga menjadi tersangka atau tidak sedang kami dalami perannya,” ujar Basaria.

Kronologi

Basaria melanjutkan kronologi penangkapan bermula pada Jumat, 30 Agustus 2019 saat tim KPK mendapat informasi adanya permintaan uang dari SG kepada AKS dan YN. Permintaan uang tersebut dilakukan Bupati atas pemberian anggaran penunjukan langsung tambahan APBD Perubahan 2019 kepada Dinas PUPR sebesar Rp.7,5 miliar dan Dinas Pendidikan sebesar Rp6 miliar.

Bupati menerima AKS dan YN dalam sebuah pertemuan dan meminta uang kepada AKS dan YN masing-masing sebesar Rp.300 juta.

Pada 1 September 2019, AKS menghubungi beberapa rekanan swasta untuk menawarkan proyek pekerjaan penunjukan langsung dengan syarat memenuhi setoran di awal. Hal itu dilakukan disebabkan uang setoran diperlukan untuk memenuhi permintaan bupati.

Untuk satu paket pekerjaan penunjukan langsung dimintakan setoran sebesar Rp.20 juta – Rp.25 juta atau minimal sekitar 10% dari nilai maksimal pekerjaan penunjukan langsung.

Kemudian pada 2 September 2019, AKS menerima setoran tunai dari beberapa rekanan proyek yang menyepakati fee terkait dengan paket pekerjaan penunjukan langsung itu.

Sebagai pihak yang memberi uang, RD, YF, NM, BF, dan PS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999. Adapun SG dan AKS melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11.

Sumber: mediaindonesia.com (Dhika Kusuma W /P-1)

Posted by: Admin