Berkat Diskusi yang Digelar JMSI, Kejati Riau Mulai Lirik Pabrik Nakal Yang Potong Harga Beli TBS Petani

TRANSFORMASINEWS.COM-Kejaksaan tinggi (Kejati)-Riau, akan melakukan penindakan terhadap korporasi perkebunan kelapa sawit yang melakukan pengelolaan lahan secara ilegal dan menindak Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang melakukan potongan harga Tandan Buah Segar (TBS) yang dilakukan sepihak oleh pabrik terhadap TBS milik petani.

Hal ini terungkap dalam diskusi publik dengan tema “Problematika Perkebunan kelapa sawit di Riau, tantangan dan harapan di tahun 2023” yang ditaja Jaring Media Siber Indonesia (JMSI) Riau bersama Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Selasa (27/12/2022) di Mabest Kopi Pekanbaru.

Dalam diskusi publik tersebut, dipandu wakil ketua Organisasi ke anggotaan JMSI Riau Satria Utama Batubara hadir sebgai narasumber Kajati Riau Dr Supardi SH MH diwakilkan Kordinator Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Fauzy Marasa Besy SH MH, Kadis perkebunan Riau Ir H Zulfadli diwakilkan Bidang produksi Fera Virginati SHut MM, Sekretaris DPP APKASINDO Dr (Can) Rino Afrino ST MT, dan dari Dosen Fakultas Pertanian UIR Dr Ir Saipul Bahri MEc.

Ketua JMSI Riau H Dheni Kurnia yang diwakili Wakil ketua bidang pendidikan Fakhrunnas MA Jabbar membuka diskusi menyampaikan, kalau JMSI merupakan organisasi perusahaan Pers Siber, jumlah perusahaan pers Siber di JMSI Riau jumlahnya 147 perusahaan pers siber.

“Kegiatan diskusi publik yang ditaja JMSI Riau merupakan kegiatan rutin mengangkat isu nasional, kesimpulan dalam acara ini akan dibuat menjadi makalah dan disampaikan kepada Gubernur Riau dan instansi terkait, sebagai masukan kepada pemerintah,” kata Fakrunnas.

Kordinator Aspidsus Kejati Riau Fauzy Marasa Besy SH MH dalam pemaparanya menjelaskan, berdasarkan instruksi Kejaksaan agung, Kejati Riau sudah membentuk tiga Satgas, pertama Satgas mafia tanah, kedua Satgas mafia pupuk dan ketiga satgas perekonomian.

“Saat ini tim Kejati Riau sudah masuk dalam pengawasan pengelolaan lahan dan hutan serta penetapan harga TBS, Kejati Riau akan melakukan penindakan terhadap korporasi perkebunan dan pabrik sawit yang bermain main dengan penetapan harga TBS,” ujar Fauzy Marasa Besy.

Bidang produksi Disbun Riau dalam pemaparanya menjelaskan, Fera Virginati SHut MM, persoalan perkebunan kelapa sawit milik petani di Riau mencapai 1,6 juta haktar dari luasan 2,8 juta kebun sawit di Riau. Dari total kebun rakyat yang diusulkan peremajaan dalam Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) menggunakan biaya dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

“Pada tahun 2022 ini, nol jumlah PSR yang diajukan Pemrov Riau untuk peremajaan atau replanting kebun sawit petani di Riau,” ujar Fera.

Dari jumlah 287 perusahaan pabrik sawit di Provinsi Riau, 136 pabrik sawit berdiri diriau tanpa memiliki kebun sawit dan mereka melakukan bisnis pengelolaan TBS kelapa sawit milik petani. “Hanya 15 perwakilan perusahaan PKS yang hadir dalam penetapan harga TBS setiap dua Minggu,” ujar Fera.

Semantara itu, Sekjen DPP APKASINDO Dr Rino Afrino ST MT mengatakan kalau pihaknya terus memperjuangkan nasib petani sawit di Indonesia, mulai dari jaminan bibit sawit yang ditanam petani dari bibit unggul sampai dengan memperjuangkan PSR serta harga TBS milik petani.

“Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 77 Tahun 2020 sejatinya menjamin harga tandan buah segar atau TBS kelapa sawit produksi swadaya agar mendapatkan harga jual yang wajar, namun sampai saat ini masih banyak persoalan petani sawit yang dirugikan oleh pihak korporasi,” ujar Rino.

Semantara itu, akademisi pemungkas dalam diskusi tersebut Dr Ir Syaiful Bahri menyampaikan, jika persolan petani sawit di riau sikapi oleh instansi terkait maka, tidak ada lagi kemiskinan di Riau. “Petani hari ini yang memiliki kebun sawit, sudah memiliki kendaraan untuk setiap anggota keluarga,” ujar Saipul.

Perjuangkan DBH dan PSR

Bidang Produksi Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Vera Vigianti SHut MM dalam Diskusi Publik Problematika PSR di Riau yang ditanam oleh Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Riau, Selasa (27/12/2022) menjelaskan.

Vera menyatakan realisasi PSR tahun 2022 di Riau nol persen.

“Tahun 2022 untuk pertama kalinya Riau tidak mendapatkan realisasi. Ini karena petani harus mengikuti persyaratan cukup banyak dan menyulitkan,” kata Vera.

Ia menjelaskan, program PSR yang sudah digulirkan sejak tahun 2016 belum dilakukan maksimal di Riau. Rata-rata realisasi luasan yang di-replanting hanya 26 ribu hektar atau sekitar 30 persen dari alokasi setiap tahunnya.

Terlebih lagi, sejak diberlakukannya aturan PSR yang baru melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit, pengurusan PSR menjadi lebih rumit.

Rumitnya realisasi PSR disebabkan munculnya sejumlah persyaratan yang diatur dalam Pasal 15 hingga Pasal 50 Peraturan Menteri Pertanian tersebut. Dimana ada 28 persyaratan dan tahapan yang harus dipersiapkan petani untuk pengajuan PSR.

Salah satu kesulitan ini karena syarat yang harus diurus melewati antar lintas sektoral seperti Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian LHK dan instansi lainnya.

Vera menilai, sulitnya akses terhadap PSR ini menambah deretan luka Riau. Sebagai produsen hampir 34 persen CPO nasional, Riau malah tak didukung pemerintah pusat.

Ia mengatakan kucuran dana yang didapat Riau lewat Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) amat minim dibandingkan dengan cuan dari bisnis buah emas itu.

“Perkebunan yang sangat luas di Riau, tapi uang kita tidak kembali ke Riau dan tersimpan di pusat. Hanya sekitar 1,6 persen saja yang kita peroleh ke daerah yang angkanya sekitar Rp 1 triliunan, sementara dana di BPDPKS itu Rp 116 triliun” ujar Vera.

beragam fasilitas berupa sarana prasarana, beasiswa dan pelatihan dari BPDPKS amat sedikit diterima oleh Riau. Padahal, pembenahan sektor kelapa sawit di Bumi Lancang Kuning sangat mendesak.

“Dampak lingkungan dan kerusakan jalan sangat terasa dialami Riau. Tapi, kita tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki itu semua. Karena kita tidak punya dana,” tutup Vera.

About Admin Transformasinews

"Orang yang mengerti itu mudah untuk memaafkan"

View all posts by Admin Transformasinews →