TRANSFORMASINEWS.COM-Ahli hukum tata negara dari Themis Indonesia, Feri Amsari, menilai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jenderal (Purn) Tito Karnavian memiliki kekuatan penuh (full power) atas pengangkatan 101 penjabat (pj) kepala daerah pada 2022 dan 170 pj kepala daerah pada 2023. Pj itu meliputi gubernur, wali kota, dan bupati,
Menurut Feri, mendagri dapat mengusulkan kandidat pj gubernur kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta mengangkat pj bupati/wali kota berdasarkan usulan gubernur. “Saya menilai pilihan politis ya bagi menteri dalam negeri menentukan 101 orang yang memimpin kepala daerah,” ujar Feri dalam diskusi daring bertajuk ‘Mendorong Keterbukaan Seleksi Penjabat Kepala Daerah’ di Jakarta, beberapa waktu lalu sepert dilansir dari Republik.co.
Menurut dia, berbagai kepentingan yang berkaitan dengan Pemilu 2024 bisa disalurkan melalui pengangkatan pj kepala daerah. Feri menuturkan, beberapa bulan ke depan, akan terlihat kepentingan tersebut melalui pembatasan kewenangan penjabat kepala daerah, tetapi berada di tangan mendagri melalui persetujuan tertulisnya.
“Pengecualian dari izin menteri dalam negeri memperlihatkan memang ini arahnya akan seperti apa. Bayangkan akan ada 271 daerah menjelang Pemilu 2024 yang akan ditentukan kepala daerahnya oleh menteri dalam negeri bersama presiden,” ucap Feri.
“Biasanya menteri dalam negeri juga akan menitipkan atau bermain dalam berbagai hal. Ini sudah cerita berulang menurut saya, ini bisa membuktikan beberapa bulan ke depan kepentingan siapa yang akan bermain dan dititipkan di daerah,” ucap Feri.
Dia mengatakan, dalam pembatasan kewenangan penjabat kepala daerah pun terbuka ruang untuk Mendagri Tito mempunyai kekuatan penuh. Pasalnya, empat larangan bagi penjabat kepala daerah dapat dikecualikan apabila mendapat izin tertulis dari mendagri.
Empat larangan itu, meliputi mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya; membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; serta membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
Aturan itu tercantum dalam Pasal 132A Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. “Bagi saya memang Pak Menteri harus diberi pelajaran oleh publik ada sistem atau mekanisme demokrasi yang bisa mempersalahkan kebijakan yang tidak demokratis,” kata Feri.
Sumber: Republika.co