Diduga Korupsi Dana Desa, Kejari OKUS Janji Usut Tuntas Kades MT

TRANSFORMASINEWS.COM, MUARADUA-OKU Selatan. Dugaan korupsi Dana Desa Muara Sindang Tengah (MST) Kecamatan Sindang Danau, OKU Selatan terus bergulir ke ranah hukum. Setelah mendapatkan laporan dari warga, pihak Kejaksaaan Negeri OKU Selatan berjanji akan mengusut kasus ini hingga tuntas.

Rencananya dalam waktu dekat, baik para pelapor maupun sang Kades berinisial MT, akan dipanggil dan dimintai keterangan.  Kepastian pemeriksaan para pihak ini, merujuk pada surat jawaban Kajari OKU Selatan No. B-722/N.6.1.4.8/Fu.1/08/2017, yang ditujukan kepada Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinnggi Sumsel, tanggal 24 Agustus 2017.

Dalam surat itu Kejari OKU selatan, Edi Irsan Kurniawan SH, Mhum, memberitahukan bahwa pihaknya telah menerbitkan surat perintah tugas No. SP.TUG-03/N.6.14.8/Dek.3/08/2017 tanggal 22 Agustus, yang isinya menunjuk bagian Seksi Intelijen untuk segera menindaklajuti kasus dugaan korupsi dana desa ini.

Sebelumnya Aspidsus Kejati Sumsel, memang menyurati Kejari OKU Selatan, lewat surat No. B-3654/N.6.5/Fd.1/08/2017, tanggal 11 Agustus 2017, yang intinya meminta penjelasan terkait dengan laporan masyarakat tentang dugaan korupsi dana desa di Muara Sindang Tengah, yang telah disampaikan ke Kejari OKUS pada tanggal 31 Juli 2017.

‘’Kami masih terus mendalami dengan pengumpulan data dan keterangan para saksi. Jika data dan keterangan cukup mendukung, terlapor juga akan dipanggil dan dimintai keterangan,’’ ujar Kajari OKU Selatan melalui Kasie Intel Mario Churairo, SH MH ketika menerima kedatangan pelapor bersama beberapa wartawan di kantornya, Kamis (23/11/2017), untuk konfirmasi.

Gedung PAUD yang diduga sarat penyimpangan

Seperti diketahui Kades MST dilaporkan Sukarman dan M. Damsir bersama 60 warga desa Muara Sindang Tengah kepada Kejari OKUS dengan melampirkan sejumlah berkas dan hasil investigasi atas dugaan penyalahgunaan Dana Desa APBN 2016.

Dugaan sementara, menurut pelapor, dana yang disalahgunakan hampir Rp. 102 juta. Sementara keseluruhan Dana Desa yang bersumber APBN 2016, yang diterima Kades Muara Sindang Tengah, sebesar Rp. 600.938.083 juta, melalui dua tahap pencairan. Tahap pertama sebesar Rp .360.562.850 dan Tahap kedua Rp. 240.375.233

Dana tahap pertama digunakan untuk pembangunan gedung PAUD dan rehabilitasi beton jalan setapak. Sedangkan dana tahap kedua, juga untuk rehabilitasi beton jalan setapak serta bantuan untuk kegiatan kepemudaan seperti karang taruna.

Pada pembangunan gedung PAUD, dilaporkan banyak terjadi penyimpangan RAB, seperti penggunaan besi yang tidak sesuai spesifikasinya. Begitu juga pembangunan jalan setapak, banyak kejangggalan yang mengarah kepada dugaan penyimpangan volume material.

Kasus ini juga diawasi dan dipantau perkembangannya oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan melalui Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) yg meminta Kejari OKUS melaporkan tindak lanjut paling tidak sebulan sekali.

Bahkan berkas laporan masyarakat dikirim juga kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Jakarta.

Kades ‘One Man Show’

Mencuatnya kasus dugaan Korupsi ini, jelas para pelapor, berawal dari sikap sang Kades yang dinilai one man show (bertindak semaunya sendiri-red), dalam mengelola Dana Desa yang telah dikucurkan untuk berbagai pembangunan di Muara Sindang Tengah tersebut.

Surat Pernyataan Kades MT, yang menyatakan bertanggungjawab penuh terhadap pengelolaan Dana Desa Muara Sindang Tengah

Sikap tersebut sudah terlihat sejak awal dana dicairkan, kemudian berlanjut pada pelaksanaan penggunaannya. Bahkan, sang Kades belakangan secara berani membuat pernyataan bahwa semua kegiatan yang terkait dengan pengelolaan dana desa, adalahnya tanggungjawabnya secara penuh.  Padahal, terkait dana desa ini, sudah ada ketentuan yang berlaku, dimana kepala desa harus menunjuk tim pelaksana teknisnya.

Memang, secara adminstratif, Kades MT sudah membuat surat penunjukan tim Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (TPKD) melalui SK No.140/23/KPTS/Kec.SD/I/2016 pada bulan Januari 2016.  Dalam SK itu tegas tertera nama-nama perangkat desa yang dilibatkan.

Dalam surat ini dijelaskan bahwa Kades Muara Sindang Tengah bertindak selaku Pembina dan Penanggungjawab pengelolaan dana desa.

Kemudian, Rudi Harianto (Sekdes) sebagai Koordinator Pelaksana Teknis, Ahmad Ridi (Bendahara Desa) sebagai Bendahara Keuangan dan Pembukuan, dan Aushani (Kaur Pembangunan) sebagai sebagai Pelaksana Kegiatan.

Tapi dalam prakteknya, meski sudah ada SK tersebut, MT selaku kades justru bertindak sendiri.  Pada saat pencairan misalnya, saat datang ke bank, berdua dengan Bendahara, karena memang harus diteken berdua. Tapi uang yang diterima tidak langsung diserahkan ke bendahara untuk kemudian dimasukkan ke rekening desa. Sebaliknya gepokan uang ratusan juta tersebut malah dibawa pulang oleh Kades MT ke rumahnya.

Begitu juga saat dana digunakan untuk pembangunan PAUD dan jalan setapak, Kades tidak menugaskan Kaur Pembangunan, Aushani, selaku Pelaksana Teknis, melainkan ditangani sendiri. Mulai dari pembelian bahan hingga penyediaan pekerja tukang, sang kades yang menangani.

Ironisnya, ketika pekerjaan dianggap selesai, sang kades justru membuat surat laporan pekerjaan yang harus ditandantangani oleh Sekdes, Bendahara dan Kaur Pembangunan. Tentu saja ketiga orang bawahannya tersebut menolak mentah-mentah, karena memang sejak awal mereka tidak secuil pun dilibatkan.

Alhasil ketika kasus ini dilaporkan ke kejaksaan, sang kades MT membuat surat pernyataan yang isinya menyatakan bahwa terkait pengelolaan dana desa dua tahap yang ia terima, merupakan tanggungjawabnya secara penuh. Jika terjadi penyimpangan, pengelolaan dana desa dimaksud sama sekali tidak melibatkan Sekdes, Bendahara, dan Kaur Pembangunan. Barulah pernyataan ini diteken bersama.

Tindakan kades ini alhasil membuat warga menjadi gerah, apalagi setelah mereka melihat hasil pekerjaan pembangunan yang terkesan asal-asalan. Termasuk para pemuda desa yang tergabung dalam karang taruna, kecewa karena dana sumbangan yang mereka terima tidak sesuai dengan nilai sebenarnya.

Salah seorang palapor, Imilian Hadi, dalam pertemuan dengan Kasi Intel di Kejari OKUS, juga menjelaskan bahwa Damsir dulunya orang kepercayaan Kades MT dan merupakan Timses Utama sang Kades dalam Pilkades 2015 lalu.

Belakangan Damsir memang merasa kurang sreg dengan sang Kades karena kerap semena-mena dalam menjalankan roda pemerintahan desa. Bahkan dalam melaksanakan pembangunan yang bersumber dari Dana Desa 2016 tersebut ia cenderung otoriter.

‘’Kaur Pembangunan dan Sekdes serta Bendahara Desa tidak dilibatkan oleh Kades ketika pelaksanaan penggunaan Dana Desa tersebut,’’ ujar Imilian

Para pelapor juga menyampaikan harapan masyarakat Desa Muara Sindang agar Kejari OKUS Muaradua, dapat lebih serius lagi mendalami kasus dugaan korupsi ini.

Apalagi Masyakarat telah membuat laporan dengan akurat sesuai bukti di lapangan. Dan laporan tersebut didukung oleh sebagian perangkat Desa setempat beserta ratusan masayarakat desa yang ikut meneken surat pengaduan tersebut,’’ ujar Imilian Hadi mengakhiri.

Setelah kasus ini dilaporkan ke kejaksaan, suasana di lingkungan kantor desa Muara Sindang Tengah akhirnya ‘memanas’.  Kades MT lantas memecat Kepala Linmas, M. Damsir dengan alasan penyegaran.

Namun Damsir sendiri, mengaku pemecatan dirinya, bukan karena alasan penyegaran, melaiankan karena ia ikut melaporkan dugaan Korupsi sang Kades ke penegak hukum, yakni Kejari OKUS Muaradua.

Demikian juga dengan Aushani, yang menjabat Kepala Urusan Pembangunan, tiba-tiba ‘ditukar’ jabatannya menjadi Kaur Pemirintahan. Selanjutnya jabatan Kaur Pembangunan ‘dipercayakan’ kepada Boby Satra, yang sebelumnya menjabat Kaur Pemerintahan. Atas tindakan ini, para pelapor menduga Kades MT sengaja memasang Boby Satra sebagai bumper atau perisai, dalam menghadapi kasus hukum ini.

Kades Tak Boleh Pegang

Mengenai prosedur pengelolaan dana desa, sebenarnya sudah ada ketentuan yang berlaku, yakni Permendagri No.114 tahun 2014. Mengutip pernyataan Ketua Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan (TP4) Mataram, Nusa Tenggara Timur, Hadi Marsudiono SH, yang dilansir kabarrakyat.com, dikatakan bahwa Kepala Desa tidak boleh memegang anggaran Dana Desa.  Anggaran yang didapatkan harus masuk ke rekening desa.

“Kepala Desa hanya sebagai kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Namun, pengelolaan keuangan itu harus disimpan di Rekening Desa. Dari Bendahara Desa, uang itu diberikan kepada Tim Pelaksana Kegiatan (TPK). Kades hanya mengontrol dan memonitor, sejauh mana pekerjaan itu dilakukan. Apakah sudah sesuai dengan Rancangan Penggunaan Anggaran (RAB) atau belum,” kata Hadi.

Ia juga mengutarakan penggunaan Dana Desa sudah sering disampaikan dalam sosialisasi TP4. Sosialisasi itu bertujuan untuk mengamankan penggunaan Dana Desa. Sosialisasi, dimulai sejak tanggal 25 September sampai dengan tanggal 23 Oktober bulan lalu.

Transparasi penggunaan anggaran Dana Desa juga harus diterapkan. Jika ditemukan pengunaan anggaran yang tidak sesuai, masyarakat sebagai penerima manfaat terlebih dahulu segera mengkomunikasikan kepada Badan Permusyawarat Desa (BPD) maupun TPK. Sebelum masuk keranah laporan penegak hukum.

“Jika terjadi penyimpangan, Kades harus bisa meluruskan pekerjaan TPK itu. untuk bisa diperbaiki sesuai dengan RAB-nya,” ujar Hadi.

Pengawalan penggunaan anggaran Dana Desa, sebagai upaya meminimalisir potensi korupsi. Sebab saat ini, masih banyak Kepala Desa cenderung menyalahgunakannya, hingga akhirnya berurusan dengan penegak hukum.

Sementara itu Kades Kota Dalam, Kecamatan Mekakau Ilir, Nasution, yang juga Ketua Forum Kepala Desa se Kecamatan Mekakau Ilir, mengaku terkejut dengan adanya kepala desa yang dilaporkan warga terkait dana desa.

Ia menjelaskan seharusnya kasus ini tak terjadi, andai saja dana desa itu tidak dikelola sacara pribadi. ”Sudah ada pentunjuk teknis dan ketentuannya, bahwa dana desa itu harus ditempatkan ke rekening desa yang dipegang oleh Bendahara Desa. Disini kami merujuk pada aturan yg berlaku, kades hanya pengawas pelaksana,” ujarnya.

Sumber: Koranrakyat (red)

Posted by: Admin Transformasinews.com